Mencuci Paru-paru di Lereng Arjuno-Welirang

Prigen, Pasuruan.

HUJAN baru turun ketika rombongan tiba di lokasi perkemahan, tak jauh dari kolam air panas, Cangar.

Seseorang menjelaskan bahwa di musim penghujan seperti ini (saat itu bulan Maret), justru tak terlalu dingin jika dibandingkan bulan Juni, Juli dan Agustus.

Meski begitu, masing-masing dari kami tetap harus rangkap pakaian. Sarung dan sajadah yang dipersiapkan untuk shalat pun terpaksa menjadi selimut tambahan.

Malam ini kami akan menginap di tenda-tenda kain yang tipis, sembari berdoa agar esok hari tidak bangun dengan tubuh menggigil.

Untungnya ada yang menyalakan api di tengah area perkemahan. Kami berkerumun mencari kehangatan.

Berbincang banyak hal, menyeduh kopi yang airnya dipanaskan di atas tungku dadakan.

***
Gorengan, camilan favorit di area Cangar.

Dengan tubuh gemetar kami berjalan menuju Mushola, kabut begitu pekat, menyelimuti sebagian atap.

Suara jangkrik, tonggeret dan sekumpulan Subordo Cicadomorpha begitu memekakkan.

Namun pagi itu terasa segar, sembari melihat jarum jam yang tertuju ke angka 6, dan kami masih akan menunaikan Shalat Subuh.

Airnya hangat, kontras dengan suasana alam. Seseorang terkejut dengan fenomena ini saat wudhu, mungkin kaget saja ketika tubuh yang dingin bertemu air hangat saat "nyawa" belum sepenuhnya terkumpul.

"Disini semua airnya hangat," jelas seseorang.

Benar saja, di kamar mandi pun airnya hangat. Di sungai kecil juga demikian.

Di kolam renang juga hangat, terbayang jika harus menghangatkannya secara manual, butuh berapa tabung gas atau watt listrik untuk mewujudkannya.

Namun air-air tersebut dihangatkan secara alamiah oleh Tuhan dari reaksi Gunung Berapi.

Kolam-kolam memancarkan belerang, seseorang tiba-tiba berjalan gontai dan tumbang. Lalu muntah-muntah.

"Bawa agak menjauh, mungkin dia gak kuat dengan belerang," ujar salah seorang dari mereka.

***


Sore yang berkabut begitu berkesan, di Prigen.

Sebuah kedai sederhana menawarkan secangkir kopi dan semangkok mie instan.

Hari ini seperti "mencuci" paru-paru karena sepanjang perjalanan bertemu pohon-pohon besar.

Memasuki Taman Hutan Raya Raden Soerjo, dingin mulai menyelinap.

Gunung Arjuno-Welirang begitu megah, terlihat sejak dari Malang Kota.

Daerah yang berada di lerengnya seperti mendapatkan berkah geografis; hawa dingin yang mendukung tumbuh suburnya komoditas sayur dan buah-buahan, juga tempat rekreasi yang digandrungi.

Kita bisa temukan hotel-hotel berbintang di sepanjang jalan utama Kota Batu, tempat wisata, villa dan kafe-kafe instagramable dengan nuansa alam.

Dataran tinggi tersebut juga menjadi tempat menepi dari segala rutinitas, merenung untuk memulai hidup yang lebih segar.

Pohon-pohon berusia puluhan tahun masih berdiri kokoh di area konservasi.

Tak bosan rasanya menjelajah tempat-tempat dingin di antara Bumiaji dan Purwosari.

Menghirup oksigen berkualitas untuk menyegarkan tubuh dan pikiran.

Membasuh kulit dari mata air jernih, yang sebagian mengucur di titik-titik sumbernya.

Lereng Arjuno-Welirang adalah potongan surga yang menyenangkan.


Ahmad Fahrizal Aziz
Kompilasi Travel Note

Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger dan Aktivis Literasi

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir di blog ini ya.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak