Bu Mira beranjak dari tempat duduknya dan segera menemui tamu tersebut. Tamu yang datang pagi ini adalah lembaga survey yang bertugas menilai lembaga pendidikan. Ia penasaran dengan penilaian dari tim survey akan kualitas lembaga yang dipimpinnya.
“Selamat pagi,” sapanya sambil menjabat tangan kedua pria berjas hitam dan salah satu dari mereka sedang membawa sebuah berkas tebal hasil penilaian.
“Langsung saja Bu, kami akan melaporkan hasil penilaian dari tim kami, kalau dilihat dari kualitas pengajar, fasilitas sekolah, kurikulum yang dikembangkan, prestasi siswa, dan profil alumni, dengan sangat menyesal kami mengatakan jika peringkat lembaga ini tidak masuk 10 besar di kota ini, Bu. Sehingga dalam website nanti, kami akan menempatkan lembaga yang Ibu pimpin ini diurutan yang sangat tidak strategis,” jelas salah seorang dari mereka.
“Jadi begitu? Sekolah manakah yang menurut penilaian dari tim bapak, yang mendapatkan nilai terbaik?” tanya Bu Mira.
“Untuk semester ini, masih diperoleh SMA Internasional of Malang.”
Bu Mira terdiam sejenak, sekolah itu memang selalu mendapatkan peringkat terbaik.
“Tapi...,” Pria itu tersenyum penuh tanya kepada Bu Mira, “Bukankah salah satu murid terbaik SMA International of Malang baru saja pindah kesini?” lanjutnya.
“Benar, lalu apa hubungannya dengan penilaian kualitas kelembagaan?” tanya Bu Mira.
“Ibu ini seperti tidak tahu saja, di era yang begitu kompetitif seperti ini, pencitraan begitu penting, Bu. Ibu bayangkan jika banyak orang tahu kalau salah satu murid terbaik SMA International of Malang pindah ke sekolah ini, akan banyak sekali orang tua yang melirik sekolah ini, maka untuk mensukseskan itu semua, butuh peringkat yang strategis di media kami. Kami adalah media yang terpercaya dan menjadi rujukan para orang tua untuk melihat kualitas lembaga.”
“Maaf, saya tidak paham maksud anda,” tanya Bu Mira.
“Sekolah ini bisa saja masuk 10 besar, Bu.”
“Loh, bukannya tadi bapak bilang berdasarkan penilaian, lembaga ini tidak masuk 10 besar?”
“Penilaian itu bersifat angka-angka, Bu. Dan angka-angka itu masih bisa diatur.”
“Bisa diatur?”
“Tentu, banyak sekolah yang rela membayar lebih untuk mendapatkan peringkat yang baik, sejauh ini ada sekitar 15 sekolah yang diminta untuk masuk 10 besar lembaga terbaik dalam media kami. Kami tentu akan menyeleksi, manakah penawaran yang lebih baik.”
Bu Mira terperangah, apakah kedua pria ini hendak menawari dirinya untuk membeli peringkat?
“Jika itu yang bapak berdua inginkan, bapak berada pada lembaga yang salah, kami sebagai guru selalu mengajarkan kejujuran, lalu alangkah lucunya jika kami harus membayar untuk mendapatkan peringkat? Sekalipun media bapak adalah media yang menjadi rujukan para orang tua untuk menilai sekolah yang pas untuk anaknya, tapi bagi kami kejujuran adalah hal yang utama,” jelas Bu Mira.
“Ibu, Ibu jangan terlalu kaku, saya tahu jika sekolah ini besar. Sebagai Pemimpin Ibu telah berhasil menjaring pendanaan yang kuat, termasuk jaringan bisnis sekolah yang secara mendiri telah berhasil membangun gedung yang begitu bagus. Tapi pencitraan lembaga tentu.....”
“Maaf, ada banyak hal yang harus saya kerjakan, jika tidak ada hal lain yang harus di bicarakan, lebih baik bapak pulang saja. Dan mohon jangan masukkan sekolah ini ke daftar peringkat di media bapak. Saya sudah tidak tertarik untuk mengikuti penilaian ini,” potong Bu Mira, ia beranjak dari duduknya meninggalkan kedua orang tersebut.
***
Di sebuah apartement mewah
“Bagaimana Bu, banyak wartawan yang ingin klarifikasi, apakah kita terus membiarkan mereka menunggu?” tanya Sandra kepada atasannya itu.
“Saya tak punya waktu banyak, saya masih harus menyiapkan makalah ini karena nanti sore kan harus bertemu staff ahli Presiden untuk menjelaskan konsep pendidikan ini.”
“Tapi mereka terus menanyakan kenapa putra anda bisa masuk sekolah itu?”
Perempuan itu terdiam sejenak, lalu ia menjawab.
“Katakan saja pada mereka, jika kepindahan anak saya kesana bukan karena bangga dengan sekolah itu, tapi karena ingin melihat secara dekat bagaimana buruknya sistem di sekolah itu. setelah ia benar-benar tahu buruknya, ia pasti akan meninggalkan sekolah itu.”
“Baiklah, akan saya sampaikan kepada mereka.”
Tags:
RitusKesunyian