Doktrin yang paling saya tidak suka dari jurnalisme adalah "bad news is good news". Artinya akan jadi kabar gembira jika terjadi perampokan bank, begal, kecelakaan beruntun, korupsi, manusia dimutilasi, dan kegetiran lain yang menyesakkan dada.
Pada satu sisi hal semacam itu memang dibutuhkan, terutama dalam rangka mendidik masyarakat agar lebih hati-hati.
Tapi dilain hal membuat seorang wartawan jadi sosok anomali ; senang melihat peristiwa yang tidak diharapkan terjadi. Karena bad news sangatlah bombastis.
Lebih menarik memberitakan pelajar tawuran sampai jatuh korban jiwa, ketimbang memberitakan pelajar yang sukses memenangkan olimpiade.
Atau, lebih asyik memberitakan video mesum mahasiswi ketimbang prestasi anak-anak kampus yang mustinya terus diberitakan agar menyebar dan menginspirasi.
Memang pada fungsinya pers sebagai wahana kontrol sosial. Jadi berfungsi memberitakan permasalahan publik, untuk kemudian ditindak lanjuti oleh pihak berwenang.
Seperti jalan bolong, jembatan rapuh, bikin KTP ribet, parkir liar yang meresahkan, pungli di dinas tertentu, dst.
Namun porsi pemberitaan lain, yang positif-inspiratif, sangatlah minim. Itulah kenapa acara semacam Kick Andy menjadi primadona, sebab tayangan seperti itu jumlahnya sangat sedikit.
Sementara berita yang menyajikan informasi pembunuhan, perampokan, korupsi, maling ayam, narkotika, tawuran, peradilan sesat, seks bebas, dsj sangat bejibun. Bahkan hampir setiap berita tak luput dari informasi yang semacam itu.
Jadi tak heran jika fikiran kita kemudian sangat negatif jika memandang realitas. Karena dijejali dan dikonstruk oleh bad news yang sering kita dengar, baca, dan saksikan di media.
Padahal good news is good news. Bad news is bad news. Negara seperti Jepang menjadi sangat dipuja-puja, sebab yang sering kita tahu yang positif saja. Sehingga kerap kali menjadi perbandingan dengan negara kita, dan sedihnya kita merendahkan bangsa sendiri.
Jika pada akhirnya rasa percaya diri seseorang atau suatu bangsa tergantung pada stigma dan bagaimana cara orang lain memandang dirinya, maka media massa berpengaruh sangat besar. Kita perbanyak lagi tayangan yang positif, atau talk show inspiratif lainnya.
Blitar, 4 November 2017
Ahmad Fahrizal Aziz
Tags:
Jurnalisme