Iqbal, Minke, dan Laskar Pelangi

Apakah Iqbal cocok memerankan Minke dalam roman "Bumi Manusia" yang fenomenal itu?


Tentu kita belum tahu, meski sebagian pembaca "Bumi Manusia" sudah ketar-ketir. Sosok Minke pasti memunculkan imajinasi masing-masing pembaca. Tidak seragam. Minke dalam imajinasi saya bisa jadi berbeda dengan Minke dalam imajinasi anda.


Kita harus adil terhadap Iqbal.


Tetapi ketika memerankan Dilan, Iqbal seolah wujud yang berbeda. Aktingnya bagus, tetapi apa iya Dilan begitu? Sekalipun sosoknya dipilih langsung oleh sang penulis novelnya.


Iqbal dan Dilan seolah dua figur yang berbeda. Dilan sang anak tentara, anggota geng motor, tetapi menyimpan sisi jeniusnya. Tidak sekedar suka tawuran atau pandai menggombali Milea. Begitulah kalau kita membaca novelnya.


Memang sulit mengadaptasi novel, apalagi novel populer, menjadi sebuah film. Sulit juga mengkonversi sekian ratus halaman, menjadi sekian ratus menit dalam tayangan visual.


Pembaca sudah kadung membawa ekspektasinya masing-masing, apalagi untuk novel sekelas "Bumi Manusia" karya penulis legendaris Pramoedya Ananta Toer.


Fans Iqbal tentu akan menyambut gembira, dan sekaligus akan marah jika idolanya dianggap tidak cocok memerankan tokoh tertentu. Akan tetapi, tidak semua fans Iqbal juga pernah membaca "Bumi Manusia". Apakah generasi Z yang lahir setelah tahun 2000.


Apakah Iqbal dipilih agar film menjadi laris? Agar penonton membludak? Mengingat Iqbal kini sebagai aktor muda yang tengah naik daun.


Tetapi rasanya untuk novel sekelas "Bumi Manusia", hal itu tak terlalu penting. Novel itu sudah terkenal sejak dulu, sudah fenomenal. Ada baiknya belajar dari Laskar Pelangi.


Ketika diangkat menjadi film, Laskar Pelangi sudah terkenal. Pemainnya pun diambil dari anak-anak lokal, tak dikenal sebelumnya. Tetapi filmnya sukses. Lebih dari 4,4 juta penonton.


Jika popularitas aktor atau aktris yang jadi pertimbangan, ingatlah bahwa ada film yang tak begitu laku, padahal diangkat dari novel yang terkenal : Supernova- Kesatria, Putri dan Bintang Jatuh (KPBJ).


Novel mega best seller yang melambungkan nama Dee Lestari. Dimainkan pula oleh aktor dan aktris terkenal, bahkan film tersebut bertabur bintang. Tetapi hanya mampu menarik ratusan ribu penonton.


Saya sebagai penikmat Supernova pun juga berhak kecewa, sebab novel yang sebegitu kompleks dan bagusnya, tak bisa terwakili dalam film.


Mengangkat novel menjadi film memang penuh resiko.


Kadang juga penonton ingin sosok baru. Seperti film Sang Pemimpi, sosok Arai secara sukses dimainkan oleh Randy Ahmad. Aktor pendatang baru. Meski dalam film tersebut juga memainkan Lukman Sardi dan Ariel Noah, pada durasi yang tak begitu lama.


Sekarang giliran Iqbal yang diperbincangkan. Ada keraguan, termasuk pada sutradara yang akan men-direct film tersebut. Trauma dengan film Sang Pencerah, yang sebenarnya bagus namun kurang mengena. Atau juga film Ayat-ayat Cinta.


Terkecuali Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan Ketika Cinta Bertasbih, hampir semua novel yang diangkat menjadi film tak selalu memuaskan pembaca.


Membaca tetap lebih asyik, dan karena membaca pulalah kita jadi punya ekspektasi. Berbeda halnya jika belum pernah membaca novelnya, langsung menonton filmnya.


"Bumi Manusia" termasuk novel yang kompleks dan detail, jadi jangan berharap film tersebut bisa mewujudkan secara utuh ekspektasi-imajinasi kita. Namun kita berdoa saja akan lebih banyak lagi yang membaca novelnya. []


Blitar, 27 Mei 2018
Ahmad Fahrizal Aziz

Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger, Aktivis Literasi, suka jalan-jalan dan nongkrong

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak