Sekitar tahun 2008-2009, seminggu sekali, kalau tidak keliru setiap hari kamis, saya biasa ke Jatinom. Ada perpustakaan di sebuah bangunan bergaya arsitektur lama.
--
Buku-buku dipinjamkan untuk umum, hanya dengan kartu pelajar atau KTP. Kurang tau pasti siapa pemilik perpustakaan tersebut, namun beberapa buku tertuliskan koleksi pribadi Pak Sis/Marmin Siswojo.
Salah satu buku yang saya ingat adalah Quantum Ikhlas karya Erbe Sentanu, yang dilengkapi dengan CD. Membaca buku itu harus disertai dengan bunyi-bunyi dari CD tersebut, seingat saya hanya suara rintik hujan.
Buku itu termasuk buku mahal, karena dicetak hard cover dengan kemasan yang bagus.
Buku lainnya adalah karya Ust. Abu Sangkan berjudul Pelatihan Shalat Khusyuk', yang juga pernah saya pinjam.
Banyak buku-buku how to, atau buku pengembangan diri di Perpustakaan itu, yang harganya relatif mahal. Di samping buku cerita dan novel-novel roman.
Sepertinya itu semua adalah buku koleksi Pak Sis yang dipinjamkan untuk umum. Meminjamnya gratis, hanya diberikan denda ketika telat mengembalikan. Itupun kecil, sehari hanya Rp100.
Seingat saya ada dua orang penunggu, seorang Ibu paruh baya dan perempuan muda yang usianya 3-5 tahun di atas saya.
Bertemu Pak Sis
Nama Pak Sis sangat melegenda, sebagai pengusaha ayam petelur (layer). Guru Matematika saya, Bu Lilis, sering bercerita tentang beliau di sela mengajar. Kebetulan juga Bu Lilis punya usaha di bidang yang sama dan akhirnya memutuskan pensiun dini karena sibuk mengelola bisnis.
Namun Bu Lilis masih mengabdikan ilmunya sebagai guru di sekolah swasta.
Dalam imajinasi saya kala itu, Pak Sis adalah sesosok kakek rich man yang menaiki Sedan Mercy.
Itu karena Bu Lilis kerap kali datang ke sekolah diantar anaknya dengan Sedan mewah, dan sambil guyon Bu Lis berkata: yang punya sedan itu di Blitar ini mungkin hanya saya dan Pak Sis.
Namun, saya berjumpa Pak Sis pada 18 September 2016 dalam sebuah bedah buku di LEC Garum. Beliau datang dengan batik coklat, berpeci rajut warna hitam.
Ternyata beliau sosok yang sederhana, kalem, ramah, dan religius.
Pertemuan berikutnya, dalam sebuah acara di Aula PKPRI. Saya duduk di meja MC, berdekatan dengan kursi paling depan. Pak Sis duduk di barisan kursi itu dan memanggil saya.
"Itu buku apa?" tanyanya. Lalu saya perlihatkan dan ternyata beliau sudah punya. Salah satu buku karya Ahmad Nadjib Burhani yang dijadikan doorprize acara.
Pak Sis dan Kesukaan Membaca Buku
Sayangnya, saya tak sempat bertanya soal Perpustakaan Jatinom langsung kepada Pak Sis.
Saya malah bertanya ke putra keduanya, Pak Hidayat, dalam sebuah pertemuan di Rumah Makan Joglo.
"Bapak itu suka membaca," jelasnya.
Bahkan, menurut Pak Hidayat, kalau keluar kota kadang mampir ke toko buku dan membeli buku terbitan terbaru yang sudah direkomendasikan pihak toko.
Itu berarti, koleksi buku beliau sangat banyak, dan beberapa bukunya bisa saya pinjam.
Ternyata awal mula karir bisnis peternakan beliau juga dari membaca.
Suatu ketika, beliau meminjam majalah Penyebar Semangat milik tetangga dan membaca artikel menarik berjudul: Misah Kutuk Sak Wise Netes (Memisahkan anak dari induknya setelah menetas).
Beliau kemudian bereksperimentasi sendiri dan berhasil, lalu muncul harapan pada bisnis peternakan hingga menjelma menjadi pengusaha ayam petelur yang sukses.
Setelah berternak ayam, beliau kemudian menukangi bisnis lain dalam berbagai bidang. Beliau juga menjadi sosok penting berkembangnya Rumah Sakit Aminah di Blitar, berawal dari Balai Pengobatan kini menjadi Rumah Sakit swasta yang diperhitungkan.
Pak Sis adalah sosok multidimesi, banyak aspek beliau geluti dan hampir semuanya berhasil. Namun beliau juga seorang yang memiliki basis literasi kuat, salah satunya tradisi membaca buku.
Beliau sepertinya seorang speed reader atau pembaca yang cepat. Buku-buku yang kemudian dipinjamkan atau disumbangkan itu, mungkin sudah beliau baca habis, lalu disumbangkan atau dipinjamkan.
Beliau bahkan tak pernah tau, jika saya termasuk yang pernah meminjam bukunya.
Rencana bedah buku biografi beliau
Pak Sis sudah menerbitkan sebuah buku berjudul: Mengikat Tanpa Tali- The Solutions Giver yang ditulis oleh Husnun N. Djuraid, wartawan senior dari Malang.
Buku itu rencana akan dibedah oleh Majelis Pustaka, sekitar awal tahun 2019. Saat itu Pak Sis baru operasi dan sedang pemulihan. Saya sempat menghubungi penulisnya untuk mengutarakan keinginan tersebut.
Tak lama setelah rencana itu, di bulan Agustus, terdengar kabar meninggalnya Pak Husnun N. Djuraid saat lari maraton di Surabaya.
Saya pun kaget. Beliau masih sehat dan selalu mengingatkan tentang kesehatan di facebooknya, juga selalu mengingatkan puasa Senin-Kamis.
Berpulangnya Pak Sis
Hari Sabtu lalu, 13 November 2021, tersiar kabar Pak Sis dirawat intensif di ruang ICU dan dimohon doa untuk kesembuhan beliau.
Namun menjelang dhuhur kondisi beliau semakin menurun dan kabar duka pun datang.
Story dan grup whatsapp penuh dengan ungkapan bela sungkawa. Pak Marmin Siswojo meninggal di usia 82 tahun.
Berdasar buku biografi beliau lahir 15 Februari 1939, namun yang dijadikan catatan administrasinya 6 April 1940.
Pak Sis adalah orang baik, sosok Rich Man yang sederhana dan religius, yang selalu membuka kaca mobil untuk menyapa orang di sekitarnya.
Selamat jalan.
Blitar, 15 November 2021
Ahmad Fahrizal Aziz
Tags:
obituari