Apakah KH. Ahmad Dahlan Pernah Mampir di Blitar Saat Bertabligh di Sumberpucung dan Kepanjen?


Kisah KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, yang bertabligh di Sumberpucung dan Kepanjen terekam dengan baik, bahkan jejak-jejak historisnya masih bisa ditelusuri seperti di Masjid Taqwa, Sumberpucung.

Perjalanan KH. Ahmad Dahlan memanfaatkan jasa Kereta Api yang jika dilihat dari jalurnya, melewati Blitar. Namun kenapa tidak ada cerita bahwa KH. Ahmad Dahlan pernah singgah di Blitar?

###

KH. Ahmad Dahlan berkunjung ke Sumberpucung, Kepanjen, hingga Banyuwangi sekitar tahun 1921. Muhammadiyah di Kepanjen sendiri terbentuk pada Desember 1921.

Perjalanan via Kereta Api tersebut sudah pasti melalui Blitar karena stasiun Blitar diresmikan sejak 16 Juni 1884, sementara jalur menuju Malang terhubung sejak 1896.

Artinya, meski sekadar lewat, KH. Ahmad Dahlan pernah melihat Blitar dari dalam Kereta Api. Apakah KH. Dahlan pernah mampir dan bertabligh di Blitar?

Untuk urusan berdagang
Pasar Kepanjen Malang di tahub 1900-an

M. Anwar Djaelani dalam sebuah tulisan berjudul Kiai Dahlan Serasikan Dagang-Dakwah di PWMU.CO menulis jika aktivitas tabligh Kiai Dahlan berbarengan dengan ekspansi dagang. Ia juga menulis jika Blitar adalah salah satu daerah yang dikunjungi, namun tak dijelaskan secara detail.

Kita tahu bahwa disamping Ulama dan Pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan adalah seorang pengusaha batik (produsen dan supplier).

Di rumahnya, beliau dan istrinya, Siti Walidah, mempekerjakan banyak orang untuk membatik dan memproduksi kain batik.

Siti Walidah juga seorang desainer, jika kita amati model jilbab para aktivis Aisyiyah era awal berdirinya, terlihat cukup modern dan fashionable pada eranya.

Sementara KH. Ahmad Dahlan lebih sering menyuplai kain ke para pedagang dan penjahit, termasuk perjalanannya ke Kepanjen adalah dalam rangka bisnis, menemui pedagang batik dari Kota Gede di Pasar Kepanjen dan menginap di rumah seorang bernama Saeroji.

Di Sumberpucung pun, KH. Ahmad Dahlan secara tak direncana menginap di rumah kepala stasiun bernama Aspari karena kemalaman menanti jadwal Kereta Api menuju Banyuwangi.

Baik Saeroji maupun Aspari sepertinya tertarik dengan gagasan KH. Ahmad Dahlan tentang pembaharuan Islam, bahkan Aspari rela ke Yogyakarta untuk melihat secara langsung kepribadian KH. Ahmad Dahlan.

Stasiun transit
Masjid Taqwa, Sumberpucung

Tim Museum MPI PP Muhammadiyah pernah melacak jejak KH. Ahmad Dahlan di Sumberpucung dan Kepanjen. Dalam perjalanan Kereta Api Yogyakarta-Malang KH. Ahmad Dahlan memang memilih turun di daerah Sumberpucung dan Kepanjen.

Jika kita telusuri lagi, dahulu dari stasiun itulah ada oper Kereta Api menuju Jember dan Banyuwangi. Kalau sekarang untuk oper Kereta Api menuju Jember dan Banyuwangi harus turun di stasiun Kota Lama.

Jangan dibayangkan Kereta Api zaman dulu seperti sekarang yang modern dengan jadwal yang pasti, yang bisa kita pantau dari ponsel pintar. Dahulu jadwal Kereta Api sangat terbatas dan kadang-kadang harus transit atau menginap di stasiun menanti jadwal Kereta Api keesokan harinya.

Dalam buku Menembus Benteng Tradisi yang diterbitkan PWM Jatim, Muhammadiyah diresmikan pada 1921 di Kepanjen dan 1922 di Sumberpucung. Itu berarti perjalanan KH. Ahmad Dahlan ke dua tempat tersebut sangat intens dalam setahun itu.

Kita berandai-andai apakah KH. Ahmad Dahlan sempat singgah di Blitar?

Meskipun, dalam cerita tutur (oral history) dari para sesepuh di Blitar, masuknya Muhammadiyah ke Blitar dibawa oleh seorang bernama Abu Suja', yang dikenal sebagai penjahit dan membawa gedog (alat jahit/tenun tradisional) ke pasar.

Bisa jadi, Abu Suja' mendapatkan supplai kain langsung dari KH. Ahmad Dahlan saat kulakan ke Kepanjen dan ikut bersimpati dengan gagasan-gagasan Muhammadiyah.

Diceritakan Abu Suja' tinggal di daerah Banjarjo, Bangsri, Nglegok. Jika merujuk dokumen dari Soera Muhammadijah atau Berita Tahoenan Muhammadijah Hindia Timur, 3 titik awal Muhammadiyah di Blitar adalah Srengat, Wlingi dan Bangsri.

Meskipun aktivitas Abu Suja' lebih banyak di sekitar Jalan Kelud, Kampung Maduran (sekarang masuk wilayah Kota Blitar), sebab disamping menjahit ia juga menjadi guru agama dan mubaligh.

Pada tahun tersebut, status Wlingi dan Srengat sebagai Kawedanan atau daerah ramai yang statusnya sama dengan Kepanjen dan juga memiliki stasiun besar.

Jadi, apa mungkin sekiranya KH. Ahmad Dahlan juga sempat menyuplai kain batik di Pasar Srengat dan Wlingi?

Rabu, 27 April 2022
Ahmad Fahrizal Aziz

Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger dan Aktivis Literasi

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir di blog ini ya.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak