Berkah Mengurus Muhammadiyah, Kisah Teladan Mbah Yasin Sulthon

Di penghujung tahun 60-an, M. Yasin Sulthon mendapat tawaran dari Pimpinan Muhammadiyah Blitar untuk menjadi kepala sekolah PGA dan SMP, namun tawaran itu ia tolak dengan halus karena pertimbangan ekonomi.

Berkunjung ke rumah Mbah Yasin Sulthon, di daerah Beru, Wlingi. Jumat, 22 Maret 2022.

Saat itu, Yasin sudah menikah dan mempunyai anak, sementara gaji di sekolah Muhammadiyah tak seberapa. Ia tahu bahwa Muhammadiyah adalah ladang berjuang, sementara kondisi ekonominya juga belum stabil.

Meskipun akhirnya menerima tawaran itu dan menjadi kepala PGA dan SMP Muhammadiyah Blitar selama 15 tahun. Tak hanya itu, ia pun juga aktif sebagai mubaligh dan pernah mejabat ketua PCM Wlingi 1980-1990 dan ketua PDM Blitar 1990-1995.

Sekolah ke Yogyakarta
Gedung Muallimin Muhammadiyah, Jogja, zaman dulu.

M. Yasin Sulton adalah anak ke-7 dari 12 bersaudara, Ia lahir di Jambewangi tahun 1939 (sekarang masuk Kecamatan Selopuro), ayahnya adalah seorang Lurah yang sekaligus petani.

Meski berasal dari desa, namun ayahnya sangat peduli pada pendidikan anak-anaknya, saat itu hanya ada 2 sekolah tingkat lanjutan di Wlingi yaitu SG-B dan PGRI. Yasin memilih membantu orang tuanya di sawah daripada sekolah. Melihat itu, ayahnya menyarankan agar Yasin melanjutkan pendidikan.

"Seperti hidayah, saat itu ada anaknya orang wlingi yang sekolah di Jogja pulang bawa selebaran ," kenangnya.

Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, banyak lembaga pendidikan bahkan hingga tingkat perguruan tinggi, itulah yang membuat Yasin tertarik melanjutkan sekolah di sana, meski belum memiliki tujuan pasti.

Ditemani sang ayah, Yasin pun menuju Yogyakarta dan singgah di Masjid At taqwa kawasan Suronatan, dekat gedung Muallimat.

"Baru sampai ada yang tanya sekolah dimana? Lha wong saya itu baru mau cari sekolah," tuturnya.

Orang tersebut menyarankan agar sekolah di Muallimin, karena setelah lulus bisa lanjut ke Mesir. Informasi itu membuat Yasin tertarik, akhirnya ia mendaftar.

Saat memasuki sekolah Muallimin, Yasin takjub dengan bangunannya yang megah. Di tahun 1960 itu, gedung Muallimin sudah ada tiga lantai. Yasin belum tahu jika Muallimin adalah sekolah calon kader Muhammadiyah yang didirikan langsung oleh KH. Ahmad Dahlan.

Ia pun mengenang beberapa gurunya antara lain Mawardi, Ruslan dan Djindar Tamimy yang kelak menjadi sekretaris dan wakil ketua PP Muhammadiyah.

Beberapa pelajaran yang sangat berkesan baginya antara lain Nahwu, Sorof dan tafsir Al Quran per kata. Yasin Sulthon adalah murid langsung dari H.M Djindar Tamimy yang dikenal sebagai ideolog Muhammadiyah.

Pendidikannya di Muallimin begitu berkesan bagi Yasin karena ia bisa bertemu banyak pelajar dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan saat ujian tafsir Quran di kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, ia meraih nilai 9 dan itu masih ia ingat hingga sekarang.

Selepas dari Muallimin, Yasin melanjutkan studi jurusan Dakwah di IAIN Sunan Kalijaga, namun secara bersamaan ia terserang penyakit darah tinggi, saat itu tensinya mencapai 185.

Meski mendapatkan gelar BA, Yasin tak ingin menjadi pegawai negeri karena saat itu pegawai negeri tinggal di rumah dinas, dan setelah pensiun rumah dinas diambil lagi oleh negara.

Kembali ke Blitar
Pusat dakwah Muhammadiyah di Blitar, ketika masih menjadi satu antara Kota dan Kabupaten. Di sini (dulu) juga berdiri PGA dan STIT Muhammadiyah blitar. Foto setelah pemugaran.

Sebagai lulusan Muallimin, nama Yasin Sulthon menjadi perbincangan di kalangan warga dan pimpinan Muhammadiyah, ia banyak mendapatkan undangan untuk mengisi kajian.

Di samping itu, Yasin juga terjun sebagai guru di Muhammadiyah, murid-muridnya kini banyak aktif dan menjadi pimpinan di Muhammadiyah. Menantunya, Siswanto, menjadi ketua PCM Wlingi 2015-2020 (Perpanjangan SK Pandemi hingga 2022).

Meski Muhammadiyah sebagai lahan berjuang, Yasin bersyukur karena masih memiliki sawah peninggalan orang tuanya, istrinya pun juga bekerja menjadi guru di SMEA Wlingi, sehingga kebutuhan keluarga relatif tercukupi.

"Kersane ngalah ya mas, mungkin itu berkahe ngurus Muhammadiyah, kabeh anakku iso sarjana," ungkapnya.

Ia memiliki 6 anak, dan semuanya berhasil menyelesaikan sarjana bahkan studi lanjutan dengan mulus, padahal jika mengingat kondisi ekonominya saat itu rasanya seperti tidak mungkin.

Namun Yasin percaya pada pertolongan Allah dan salah satu ayat Al Quran yang selalu ia ingat adalah QS. Muhammad ayat 7:

Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.

Karena keyakinan pada pertolongan Allah itulah, Yasin bersedia mengurus sekolah Muhammadiyah dan menjadi kepala PGA dan SMP Muhammadiyah, serta terus berdakwah menyebarkan agama Islam di Blitar.

Ingin berhenti dari Muhammadiyah

Dirasa 15 tahun sudah cukup lama, Yasin pun berniat berhenti dari Muhammadiyah. Tidak hanya berhenti sebagai kepala sekolah, namun juga ingin berhenti dari organisasi Muhammadiyah.

Terlebih, Yasin juga sudah sibuk mengisi kajian di Masjid-masjid, jadwalnya sangat padat. Niatnya untuk berhenti dari organisasi pun membuat heboh pimpinan Muhammadiyah saat itu.

H. Sumardi (anak dari Parto Mukri, ketua PDM Blitar 1965-1970) yang saat itu sebagai PDM bahkan mempertanyakan langsung apa benar Yasin akan mundur dari Muhammadiyah?

"Itu Pak Mardi bilang, nanti kalau saya mundur siapa yang ditanyai ayat-ayat Al Quran?" Kenangnya.

Yasin menceritakan betapa mengurus Muhammadiyah itu perlu mental yang kuat, apalagi sejak 1972 dia sudah pindah ke daerah Beru, Wlingi, yang menjadi tempat domisilinya hingga sekarang.

Lokasi itu dulu masih sepi, banyak anjing berkeliaran di sekitar rumahnya. Tak jarang tamu yang berkunjung ke rumahnya dibuat kaget.

"Tamunya bilang, la kyai Muhammadiyah kok di rumahnya banyak anjing," ucapnya sambil tertawa.

Berdakwah di Wlingi dan Doko

Setelah tak lagi menjadi kepala sekolah, aktivitas dakwah Yasin Sulton terfokus di Wlingi dan sekitarnya, termasuk wilayah Doko.

Tak jauh dari rumahnya di Kampung Baru, Beru, Wlingi, Yasin membidani berdirinya Masjid Al Kautsar. Yasin adalah tim awal pendirian Masjid dan keliling untuk menggalang dana pembangunan.
Masjid Al Kautsar di Kampung Baru, Beru, Wlingi.

Aktivitas Yasin sebagai mubaligh juga semakin gencar, terutama di daerah Doko yang lokasinya sebelah utara, di lereng Gunung Kawi. Kajian rutinnya di Musholla Alfadilah, Resapombo, bersama beberapa tokoh penggerak lainnya seperti Abdul Manaf, Moh. Habib, Imam Tamami, Iskanto Zuhri dan lain sebagainya.

Yasin adalah ketua PCM Wlingi periode pertama antara tahun 1980-1990. Ia mengenang masa-masa saat berdakwah, menaiki motor suzuki menyusur kawasan hutan yang masih minim penerangan.

Menjadi ketua PDM dan Regenerasi

M. Yasin Sulthon tercatat sebagai ketua PDM Blitar (kota dan kabupaten masih menjadi satu) periode 1990-1995. Sebelumnya, ia sudah duduk sebagai wakil ketua di era kepemimpinan Abdurrahman Suryo Winoto.

Setelah mejabat ketua PDM, periode berikutnya Yasin juga masih menjadi wakil ketua PDM di era kepemimpinan Marmin Siswojo (Pak Sis).


Ketua PCM Wlingi pun beralih ke Moh. Habib (1990-2005), muridnya di PGA Muhammadiyah Blitar. Ranting Doko yang dulu masih ikut cabang Wlingi pun kini juga sudah berdiri PCM Doko.

Saat Yasin mejabat ketua PDM Blitar, Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Aminah Blitar sudah semakin dikenal. Kegiatan Muhammadiyah di Perguruan Jalan Cokroaminoto juga semakin marak.

Yasin mengenang beberapa nama yang menjadi teman berjuangnya saat memimpin PDM Blitar seperti Marmin Siswojo, Masjroehin, Syamsuka, Muhdi, Hadi Sutoyo, Zen Haryanto, dan lain sebagainya.

Ia juga bercerita betapa beratnya memimpin Muhammadiyah di zaman orde baru, sebab sebagian besar pimpinannya adalah pegawai negeri yang harus loyal pada negara dan harus bergabung ke Golkar.

Banyak yang akhirnya tidak aktif lagi di Muhammadiyah, namun ada juga yang tetap getol di Muhammadiyah meski dengan resiko yang tak mudah. Hal yang sama pun juga terjadi di beberapa cabang dan ranting.

Saat ini, M. Yasin Sulthon sudah berusia 83 tahun, semangat dakwahnya masih kuat, meski fisiknya sudah renta. Sebagian besar teman satu angkatannya sudah banyak yang berpulang.

Namun M. Yasin Sulthon telah meletakkan dasar yang kuat sebagai pijakan generasi berikutnya untuk terus mengembangkan Muhammadiyah.

Penggerak Muhammadiyah di Blitar sekarang ini antara lain adalah murid atau anak dari murid-muridnya di PGA dan SMP Muhammadiyah dulu. Anak-anaknya pun juga aktif di Muhammadiyah atau menjadi donatur kegiatan Muhammadiyah. (*)

Penulis: Ahmad Fahrizal Aziz

Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger dan Aktivis Literasi

1 Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir di blog ini ya.

  1. Semoga Allah SWT memberikan sisa umur yang barakah untuk Ayah kami...aamiin#darikamiberenamputraputrinya

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak