Belanja Ide untuk Menulis



Berapa? 5 ribu saja.


Setangkup pepaya, berukuran sedang, telah masuk keranjang belanjaan. Harganya sangat terjangkau.


Jika membeli di kios khusus, akan ditimbang dulu sesuai harga, tak peduli kondisinya seperti apa.


Karena ini pedagang keliling, harga sesuai kesepakatan, sebab buahnya pun diunduh dari pekarangan rumah. Pohon yang tumbuh sendiri.


Dahulu, banyak pohon buah tumbuh liar. Pepaya, Pisang, Jambu Air, Ceplukan, dan banyak lainnya.


Bahkan, Pohon Mangga dan Rambutan pun sebagian juga ada yang tumbuh sendiri, dari biji-biji yang dibuang sembarangan.


Tanah air kita memang ajaib.


##


Kiosnya cukup sederhana, hanya berukuran 4x5 meter, namun pemiliknya punya rumah yang terbilang megah.


Rumahnya gaya baru, dengan empat tiang penyangga di depannya, lantai terasnya keramik pavers, bagian ruang tamunya granit kinclong.


Kiosnya menjual segala kebutuhan dapur, beragam bumbu mulai dari yang alami hingga kemasan, termasuk pelengkap makanan seperi saos, kecap, sambal tomat, cabai tabur dan bawang goreng.


Anaknya yang masih muda ikut berjualan. Begitu terlatih, mulai dari menghitung total pesanan, hingga mengambilkan barang. Dia memahami bedanya tepung beras dan tapioka, atau vanili dan ragi.


Jangan hanya melihat kehidupannya yang sejahtera, namun lihat juga perjuangan yang telah dilaluinya.


###


Pengemudi ojek online datang mengantarkan pesanan, membonceng anaknya yang masih berusia 11 tahun.


Ini pukul 01.23, tengah malam yang lengang di sebuah perumahan.


Namun, aktivitas di aplikasi pesan antar makanan begitu padat. Banyak orang terjaga selarut ini.


Paket menu sahur ditawarkan, ada banyak diskon di dalamnya. Jari-jari lentik menciptakan ratusan bahkan ribuan orang menyalakan mesin motornya dan memacu ke segala arah.


Begitulah era digital, membentuk kebiasaan dan cara baru untuk menjalani kehidupan.


###


Kenapa diam saja?


Tidak. Justru pikiran tengah ramai berkecamuk, melihat manusia-manusia duduk dengan wajah sumringah, diiringi gelas-gelas bersoda dan kepulan asap.


Apa besok pagi mereka tidak bekerja? Ini sudah larut malam. Atau, apa mereka terbiasa untuk tidak tidur di malam hari?


Pelayan kafe sedang membersihkan sebagian meja, mata mereka terlihat sayu.


Ini sudah menjadi tuntutan pekerjaan, ucapnya sambil berusaha tersenyum.


Mereka mengenakan kemeja putih, rompi merah, dengan sepatu hitam.


Rambutnya tersisir rapi ke kiri, basah mengkilap oleh pomade tipe strong wet.


Selalu terlihat segar, meski bekerja di dalam ruangan berpendingin, lewat dinihari di musim kemarau.


###


Sepertinya dia kelelahan. Nyaris roboh saat berjalan memasuki ruang rias.


Sedikit lagi ya, pinta seseorang. Namun kondisi tak memungkinkan.


Ia dibawa ke suatu tempat, diinfus vitamin, kondisinya segar kembali, pekerjaan pun bisa dilanjutkan.


Seseorang menggerutu dari belakang, ada saatnya orang istirahat, jangan pikir pekerjaan terus.


Seorang yang lain menimpali, jika bagian ini tak bisa dijalani, harus membayar dua kali lipat.


Tak heran, jika banyak yang terjerat kasus penyalahgunaan narkoba. Tuntutan pekerjaan lebih besar dari daya tahan tubuh yang sangat terbatas.


###


Jadi sudah belanja apa saja?


Kehidupan menawarkan banyak ide. Cerita kita sendiri, cerita orang lain, atau fenomena keseharian.


Persoalannya, apakah kita punya cukup keahlian untuk menuliskannya?


Apakah kita cukup punya daya tarik atau mood untuk mengetiknya pada lembaran word atau sekadar unggahan sederhana di sosial media?


Blitar, 20 Juni 2022

Ahmad Fahrizal Aziz


Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger dan Aktivis Literasi

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir di blog ini ya.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak