Knalpot dan Puisi, Anak Motor diantara Pengkhidmat Sastra


SEORANG lelaki melepas kaos hitamnya dan mengganti dengan kaos biru tua, di pinggir jalan raya, tak jauh dari gerbang Perpustakaan Daerah.


Kaos biru tua adalah identitas komunitas motor, yang pagi itu suara knalpotnya memenuhi jalan-jalan utama.


Mereka menyusun agenda akhir pekan untuk melampiaskan hobinya, membunyikan suara-suara estetik bagi para pecintanya.


Di samping kontainer, sekitar pukul 09.00, saya duduk sembari menyelesaikan tugas-tugas kecil, sekaligus menanti para pengkhidmat sastra hadir dan pagelaran Suara Sastra dimulai.


Sejenak merenung, apa yang membedakan saya dengan lelaki yang berganti kaos di pinggir jalan tadi?


Ya, sesungguhnya kami sama-sama anak komunitas, hanya beda wadah dan bidang.


***

Tikar-tikar telah digelar, Pak Heru Patria menyambut microphone dan membuka dengan puisi kritiknya.


Dilanjutkan Vika yang membaca puisi pendidikan, dan Bu Miza menyahutnya dengan puisi cinta.


Di sela bincang dan pembacaan puisi, deru suara knalpot menjadi backsound alami. Sebenarnya apa yang menjadi tujuan mereka dan apa yang menjadi tujuan kami di sini?


Sekadar refreshing biasa atau sedang merajut hal penting hingga memasukkannya ke dalam agenda rutin?


***


Di tempat lain, di ruangan dingin Perpustakaan Bung Karno, komunitas penulis juga sedang melakukan pertemuan.


Dengan latar belakang rak-rak buku dan dinding-dinging kaca tebal, mereka menggumuli ide dan gagasan seputar kepenulisan.


Pada hari libur yang sama, aneka ragam komunitas menjalin pertemuan, suatu rekreasi tersendiri bagi mereka. Membayar lelah pada hari-hari kerja. Self Reward.


Bedanya, hobi kami terbilang sangat murah, tak perlu membeli kaos komunitas, bensin, merakit mesin, memodifikasi tampilan dan segala yang menyertainya.


Kami tak perlu merogoh kocek dalam-dalam untuk sekadar membaca buku, mengunggah karya ke sosial media atau mengirim naskah via surel.


Kami tak memamerkan sisi glamour di jalanan, atau kemegahan materi yang kerap menyertai aktivitas dari komunitas hobi.


Sekadar barisan kalimat, musik, dan kesadaran kecil atas realitas.


Secuil pemahaman pada diri sendiri dan endapan batin yang perlu diletupkan. Itu saja.


Lega, rasanya. []


Blitar, 4 Desember 2022

Ahmad Fahrizal Aziz

Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger dan Aktivis Literasi

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak