Pak Bin

Dedikasi Orang Biasa Pada Muhammadiyah




Forum lanjutan Musycab berjalan alot dan saya pamit keluar, menuruni tangga, menikmati lalu lintas padat sekitar Jalan Gajayana.

"Belum selesai mas?" tanya seorang tua, yang duduk di kursi kayu.

Kami pun terlibat perbincangan, beliau ternyata berasal dari Blitar. Namanya Pak Bin. Penjaga Gedung PDM Kota Malang, merangkap juru parkir.

Sebenarnya saya tak begitu memahami apa yang tengah terjadi di Aula PDM Kota Malang, perdebatan yang menyertainya, dan hal-hal penting lainnya malam itu.

Selepas kuliah Bahasa Arab, senior komisariat mengajak ke tempat tersebut, itu sekitar bulan Maret 2010, dan saya adalah kader baru.

Kantor PDM Kota Malang sangat dekat dari Kampus, sekitar 100 meter saja berjalan ke arah utara.

Namun Aula tersebut sudah begitu padat, sidang sudah dimulai dan silang pendapat terjadi cukup alot.

3 hari Musycab tak cukup, sehingga harus ada forum tambahan di sana. Itu hal biasa bagi IMM di Malang.

***

Selepas Shalat Jumat, Pak Bin menjadi sangat sibuk, ia mengatur lalu lintas keluar masuk halaman Masjid Imam Bukhari, Masjid area kantor PDM.

Ia cukup terampil mengayunkan Krisbow Lamp dan memuput peluit, menyebrangkan para Jamaah.

Kadang saya sempatkan duduk sejenak, berbincang, sambil menanti jadwal kuliah. Pak Bin kerap menawarkan kopi, sebab dialah "penguasa" dapur.

Di bagian belakang, ada dapur kecil, lengkap dengan bubuk, gula dan beberapa bumbu dapur. Ternyata Pak Bin juga hobi menumis sayur.

Kantor PDM sudah menjadi rumah utamanya, ia tinggal di sana, membuka dan menutup gerbang, mengatur parkir, menyediakan kopi dan camilan jika ada rapat PDM.

Saya mulai sering ke kantor PDM sejak menjadi korps instruktur cabang Malang (2011), lalu menjadi pimpinan cabang untuk dua periode berikutnya (2012-2014).

Pada tahun keempat di Malang, kontrakan saya pindah di daerah Kertosentono, seberang jalan kantor PDM.

Kala rapat cabang, saya sering datang lebih awal, Pak Bin kadang bertanya: onok rapat ta mas?

Sembari menunggu peserta rapat datang, Pak Bin adalah teman berbincang yang asyik, ia memanggil saya mas Rizal. Ingatannya tentang Blitar masih cukup lekat.

Saat rapat mau dimulai, tak jarang beliau berpesan: ojok wengi-wengi yo.

Rapat IMM memang selalu overtime, sampai kadang Pak Bin mengetuk pintu ruang rapat, pertanda jika gerbang akan ditutup. 

Normalnya kantor tutup pukul 22.00, namun kadang para aktivis mahasiswa itu baru memulai rapat sekitar pukul 21.00.

***

Karena faktor kesibukan, saya harus resign dari struktural PC IMM Malang, intensitas ke kantor PDM pun banyak berkurang.

Sesekali mampir dan Pak Bin akan bertanya: mbalik nang Blitar ta sampean?

Sebenarnya tidak, saya masih di Malang namun lebih sering melalui rute yang berbeda, apalagi sejak pindah indekos di Jalan Panjaitan, dekat Jembatan Gantung.

Tak banyak lagi kesempatan berkunjung ke kantor PDM, sekadar untuk rapat sekalipun. Mungkin hanya acara-acara besar seperti Debat Calon Wali Kota Malang, yang diinisiasi PDM, dan digelar di Aula.

Pak Bin masih jenaka seperti biasanya, ia begitu menikmati pekerjaan "merawat" kantor organisasi dakwah itu.

Sejak kembali ke Blitar pada pertengahan 2015, mungkin hanya dua kali saya berjumpa beliau, sekadar mampir menyambung percakapan, itupun sangat singkat.

Memasuki masa pandemi, terdengar kabar jika beliau mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai penjaga kantor PDM, setelah dua dasawarsa bersetia merawatnya.

Pak Bin adalah teladan, dedikasi orang-orang biasa pada Persyarikatan. Beliau menjadi bagian dari rapat-rapat penting, meski hanya di balik ruangan.

Selasa, 23 Mei 2023, sosok jenaka tersebut beristirahat untuk selama-lamanya. Pak Rebin, begitu nama lengkapnya, telah mengisi ruang memori banyak orang.

Lelaki tua yang sering terkantuk-kantuk di kursi kayu sembari menanti selesainya rapat mahasiswa itu kini telah tiada.

Selamat jalan, Pak.

Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger dan Aktivis Literasi

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak