Pamit 90 Hari
Ponsel berdering di awal Agustus 2024, seseorang memintaku berangkat ke Surabaya, mengikuti workshop.
ToR acara sudah dikirimkan, full berbahasa Inggris. Sponsor utamanya: USAID.
Ini bukan kali pertama menghadiri acara yang didanai luar negeri, termasuk menjalankan projectnya.
Saat bersamaan, sebuah program Ruang Setara (keberlanjutan Ruang Aman) juga tengah berjalan bersama RP3A x Seafam dengan dukungan dana dari Oxam Novib.
***
Workshop digelar di hotel Movenpick yang mewah, meski pembahasannya terkait kesehatan warga desa.
Kemenkes telah mencanangkan program ILP (Integrasi Layanan Kesehatan Primer), sasaran utamanya adalah warga desa, sasaran institusinya adalah Puskesmas, Puskesmas pembantu (Pustu) dan Posyandu.
Workshop itu untuk melatih Advocator, yang nantinya akan terjun ke Desa mendampingi proses berjalannya ILP, termasuk mempertemukan Lintas Sektor.
Ini menarik, meski aku harus berjuang keras memahami teks dan isu-isu kesehatan, termasuk budgeting dari Pemerintah Desa.
Sebulan kemudian, workshop lanjutan digelar di Santika Blitar, pembekalan untuk menggali data atau RRA (Rapid Rural Appraisal).
Ini ilmu riset yang cukup komplit, karena banyak instrument harus diteliti. Tugasku adalah di Desa Karangrejo, Garum.
Bersama seorang teman turun menemui kepala desa dan Perangkatnya, berbincang dengan bidan desa, menghadiri kegiatan Posyandu ILP, berbincang dengan warga, blusukan ke sudut-sudut desa hingga njeblus ke area tambang pasir.
Riset cepat ini untuk menggali informasi bahwa persoalan kesehatan tak hanya terkait Pustu atau Posyandu, namun juga letak geografis desa, mindset masyarakat, kondisi ekonomi warga, hingga keberpihakan dalam alokasi dana desa (ADD) dan Dana Desa.
Setiap pekan, kami mendapatkan arahan dari fasilitator terkait perkembangan riset.
Hasil dari riset cepat ini akan menjadi bekal advokasi, yang nantinya akan dibawa di forum lintas sektor.
Bagiku, ini side job yang menyenangkan, meski harus naik gunung menempuh jarak lebih dari 30 km.
Dapat ilmu baru dan pengalaman langsung di lapangan, dan sekaligus dibayar.
Setelah RRA selesai, pelatihan berikutnya adalah PRA (Participatory Rural Apprasial), yaitu pendampingan warlok/akamsi agar ILP menjadi isu penting desa dan mendapatkan dukungan ADD dan DD.
Pelatihan sudah digelar selama seminggu di Santika dan Desa Minggirsari sebagai laboratorium.
Lalu ...
Donald Trump terpilih menjadi Presiden, mengubah arah kebijakan internasionalnya, termasuk funding USAID.
USAID adalah lembaga milik Pemerintah Amerika, dan kebijakan America First membuat pasokan dana dialihkan ke internal negaranya.
Barangkali kebakaran besar di L.A juga memerlukan budget recovery yang tak sedikit.
Project USAID terkait ILP dihentikan selama 90 hari, dan seluruh tim dari tingkat nasional, provinsi dan district regional pun berhenti.
Termasuk di enam desa Kabupaten Blitar, Karangrejo salah satunya.
Meski demikian ILP sebagai program harus tetap berjalan. Kemenkes dan Dinkes sendirilah yang sekarang harus berjuang hingga ke bawah.
Tim yang didukung USAID telah kehabisan "bahan bakar", sehingga tidak lagi bisa menggelar pelatihan untuk kader Posyandu, menggelar pertemuan lintas sektor sebagai bentuk advokasi, hingga pendampingan masyarakat ke Musrembangdes dst.
Namun spirit utama program ini telah didapat, terkait integrasi layanan sesuai siklus hidup, tidak lagi terpisah-pisah.
Dukungan insentif bagi kader Posyandu, pelatihan peningkatan kapasitas, kelayakan PMT, hingga insfrastruktur Pustu.
Tanpa dukungan dana dari luar negeri, apakah negara mampu merealisasikan program besar tersebut?
Seharusnya mampu. []
Tabik,