Bagaimana Nasib Buku-buku yang Telah Kita Baca?




Adalah suatu kemewahan bisa membaca buku tanpa terdistraksi ponsel, hal yang sulit dihindari saat ini.


Syukur, aku punya hobi baca buku, bahkan sangat ekstrem, antara tahun 2008-2014. Sebulan bisa 2-4 buku, didominasi oleh novel.


Sebelum lulus Aliyah, kira-kira lebih dari 20 novel telah kubaca. Belum termasuk buku nonfiksi.


Saat itu, membaca buku adalah suatu yang menyenangkan, tak ada opsi lain untuk mengais wawasan, atau memperkaya perbendaharaan kosa kata, selain membaca buku.


Internet sudah ada, namun sebatas menjadi alat komunikasi, sebatas sumber alternatif yang masih kerap dipersoalkan validitasnya.


Sosial media juga sudah ada, platform buku digital baru mulai dirintis, whatsapp belum semarak, pemilik ponsel android juga masih terbatas.


Komunikasi masih via sms, telp, atau BBM, itupun tak terlalu ramai seperti saat ini, jumlah whatsapp grup masih terbatas, sebab memang belum semua punya ponsel android.


Sekarang sudah lain, meskipun harus menyisihkan waktu, mendiamkan ponsel dan menaruhnya di laci meja, pikiran kita tetap tertaut.


Bagiku sendiri, era "kenikmatan" membaca buku telah usai. Media digital telah menjadi arus utama, buku lah yang kini menjadi alternatif. Realitas telah terbalik.


Lantas, bagaimana nasib buku-buku yang telah aku baca? Lebih tepatnya, apakah yang harus kuperbuat dengan ratusan buku yang isinya telah kujamah itu?


Belakangan aku kembali mencari buku-buku tersebut untuk dijadikan konten, tentu tidak semua masih kuingat, bahkan ada yang isinya sudah lupa sama sekali. Ingatan manusia sangat terbatas.


Ketika ngobrol atau diskusi, dan seseorang menyentil sebuah buku, tercantol dalam ingatanku. Aku pernah baca buku itu, pernah.


Namun detailnya tak ingat. Walhasil akupun kembali melangkahkan kaki ke Perpustakaan untuk menambal ingatan yang rumpang.


Aha!! Suasana nostalgis ini ternyata menyenangkan. Aku kembali membaca, meski hanya sekilas untuk memulihkan ingatan. Kadang poin-poinnya saja.


Lalu, jika memungkinkan, aku tulis menjadi ulasan singkat, sebatas berbagi isi bacaan, barangkali bisa jadi pemantik rasa penasaran agar orang lain mulai membacanya.


Puluhan novel telah kubaca, dan pabila hanya menguap begitu saja, rugi dong!.


Ratusan ribu menit telah kuhabiskan untuk membaca buku, dan apakah pengetahuan itu hanya mengendap dalam otak? sementara ingatan manusia kian rapuh tergerus oleh waktu.


Mulai hari ini, aku kembali memahat ulang ingatan tersebut lewat tulisan sederhana, beberapa kuunggah ke plarform digital.


Filenya akan kusimpan rapi di drive dan flashdiks. Itu langkah sederhana untuk merawat ingatan, juga untuk menunjukkan jika membaca itu ada dampaknya.


Dampak lainnya, berupa cara pandang dan perilaku, itu sangat sulit ditagih, bukan?


Tabik,

Ahmad Fahrizal Aziz

Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger, Aktivis Literasi, suka jalan-jalan dan nongkrong

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak