Turun Gunung untuk IMM Blitar?

Kamis siang (25/9/25) iseng aku whatsapp ketua Fokal IMM Blitar. Ngopi yuk nanti malam.
Lalu, beberapa ajakan sekalian kusampaikan ke kader yang kemaren bertanya tentang “nasib IMM Blitar”.
Sejak beberapa bulan terakhir, ada ayahanda dan kakanda yang bertanya, bagaimana IMM Blitar? Kapan Musycab?
Lalu ada juga beberapa kader yang bertanya, bagaimana ya baiknya IMM Blitar?
Jika masih ada yang bertanya, berarti masih ada harapan, meski aku sendiri merasa sangat sibuk sejak mendapatkan amanah sebagai sekretaris PDPM.
Sekarang, harus ikut memikirkan kondisi IMM Blitar. Tentu perlu energi lebih.
Sepulang dari bazar buku, kami nongkrong di Susu Segar Mbah Jono, menikmati susu murni dan sepiring ketan bubuk.
Jika membahas IMM Blitar, coba kita tidak melulu terpaku pada “Pimpinan Cabang (PC)”, namun mindset itu harus beralih ke Komisariat.
Komisariat itu lebih penting, dan lebih fundamental, apalagi jika Cabang tak bisa diharapkan.
Sejak lama aku ingin “mengoreksi pikiran” ini, apalagi di tengah kondisi PC yang selalu invalid. Ada saja persoalan receh semacam ini. Capek.
Namun ketergantungan komisariat pada PC juga parah akut. Takut melangkahi, takut PC tersinggung karena tidak dilibatkan.
Begini saja, anggap ini adalah kondisi Akhaffu Adh-Dhararain, mengambil dua kerugian, dengan resiko yang lebih ringan.
Jika menanti ketua PC tidak kunjung ada kejelasan, menggantung, lalu satu per satu kader IMM sudah lulus dan bekerja, dan IMM Blitar kemudian is dead.
Maka memilih mengambil sikap, menyusun agenda untuk mempertahankan eksistensi IMM Blitar, dengan resiko membuat ketua PC kecewa, mana yang lebih ringan?
Selain itu, sebenarnya komisariat bisa membuat agenda tanpa harus melibatkan PC.
Secara regulasi tidak ada yang keliru, hanya mentok pada asumsi dan perasaan. Maka pesanku, jalan aja terus.
Toh kalaupun ini salah, dalam kondisi sekarang, cara ini adalah yang terbaik.
Periode PC IMM Blitar sekarang sudah jalan 3 tahun, dari yang seharusnya hanya 1 tahun, sudah kelebihan 2 tahun tanpa ada hal apa yang (sedang) dikerjakan.
Sementara, kuliah itu ada batas waktunya, kan?
Lalu bagaimana dengan PC IMM Blitar? Jika memang tidak lekas menggelar Musycab, itu akan mudah saja dihandle oleh DPD IMM Jatim.
Meskipun itu akan jadi preseden buruk, menjadi cacat sejarah periode ini, dan sebenarnya aku tak berharap demikian.
Aku berharap PC IMM Blitar periode ini regenerasi dengan “khusnul khotimah”, dipersiapkan oleh internal PC IMM Blitar, tidak dieksekusi oleh DPD.
Namun, jika kembali pada prinsip Akhaffu Adh-Dhararain, artinya PC tidak juga mengadakan regenerasi dan satu per satu kader hilang, dan dampaknya IMM Blitar mati.
Maka, proses pengambil alihan DPD itu tentu lebih baik, meski bukan cara yang terbaik.
Dalam hati kecil, aku masih berharap ketua PC IMM Blitar lekas mengambil sikap dan menyelesaikan tugasnya dengan semestinya.
Sebelum sejarah membungkusnya menjadi salah satu periode kelam. Eman-eman.
Aku dan ketua fokal IMM Blitar, sebagai Majelis Kader, tentu akan memilih opsi mempertahankan IMM Blitar untuk tetap ada. Meski harus menggunakan kaidah Akhaffu Adh-Dhararain.
Sebab dulu, mendirikannya bukan hal mudah, mempertahankannya hingga ada sampai sekarang juga bukan hal mudah.
Sementara untuk komisariat, jalan terus saja, menyambut mahasiswa baru di kampusnya masing-masing. []
Tabik,