10 populer curl

Bisakah Aktivis Literasi Pensiun?




Belakangan aku bercerita pada beberapa teman bawah akan “pensiun” sebagai aktivis literasi.


Ada satu respon yang menarik: emang bisa aktivis pensiun?


Betul juga, apa bisa?


Sebenarnya kata “pensiun” ini ikut-ikutan saja, terutama saat ada purna tugas pejabat. Beberapa pejabat yang di antaranya, mengurusi literasi.


Purnanya pejabat berkaitan erat dengan tupoksi atau wewenang yang melekat dengan jabatannya. Lalu, purnanya aktivis literasi?


Setelah pensiun, pejabat tersebut bisa lepas sama sekali dari kesibukannya, apakah aktivis literasi bisa demikian?


Di sela mengikrarkan pensiun, justru aku membuat “Sahabat Buku Blitar”. Serius gak, sih?


***


Membaca buku sebagai aktivitas individual tentu berbeda, bila dibandingkan dengan mengelola komunitas literasi.


Sejak usia 16 tahun, aku sudah berkecimpung di bidang ini, sejak itupula, Perpustakaan adalah tempat yang sangat sering kukunjungi.


Bila ditarik dari tahun tersebut hingga sekarang, rasanya sudah lumayan lama dan nasib aktivis ya begitu begitu saja.


Sahabat Buku Blitar bukan komunitas, hanya wadah buat konten, juga ruang percakapan sederhana.


Tidak ada strukturnya, dan tidak ada pretensi apapun. Misal, ingin meningkatkan literasi masyarakat bla bla bla. Hanya ruang untuk hobi.


Beda halnya saat mengurusi Forum Lingkar Pena (FLP) di Blitar. Pada awal pendiriannya, aku jadi penjual tiket kesana kemari.


Lalu nyusun jadwal pertemuan mingguan, bentuk kepanitian buat bikin kegiatan, nyari dana buat nerbitin buku, dll.


Ada tanggung jawab yang harus dipikul, harus lihai menata komunikasi, koordinasi agar semua berjalan lancar. Semua itu tak dibayar.


Itulah kenapa aku berani menyebut diri “aktivis” literasi, karena melakukan hal-hal yang tak dibayar demi sebuah program peningkatan literasi.


Jika dihitung sejak tahun 2008, sudah berapa lama? Atau bila dimulai sejak balik ke Blitar akhir 2015?


Sudah ratusan kali pertemuan rutinan dan puluhan event, kan?


Itu tak hanya satu komunitas. Ada Muara Baca, Paguyuban Srengenge, dan GPMB. Khusus 3 terakhir ini, tidak selalu non budgeting, kadang ada, dikit-dikit.


Kalau yang full aktivis, ya FLP. Karena itulah aku sangat identik dengan FLP, dan karena itu harus “dilepas” biar tidak paradoks.


Kenapa begitu? FLP sebagai wadah kaderisasi penulis, jadi tidak boleh identik sama satu atau dua orang.


Meskipun saat ini komunitas literasi lokal mulai bermunculan dan lebih fleksibel.


Mengelola FLP di Blitar saat ini tidak seperti dulu, perlu pendekatan berbeda.


Kembali ke perkara pensiun tadi. Sebenarnya bukan ingin pergi, justru karena ingin tetap di bidang ini lebih lama.


Kita tahu, mengelola komunitas literasi juga perlu energi tersendiri, kita harus menyiapkan waktu di komunitas sementara kita juga punya kesibukan lainnya.


Dunia literasi adalah separuh dari diriku, dan aku ingin tetap berada di dalamnya meski hanya sebagai penggembira.


Akhir-akhir ini waktuku tersita untuk pekerjaan yang memasuki masa-masa sulit, juga amanah di sebuah ormas yang menguras cukup energi.


Pensiun dalam konteks ini adalah, aku harus mempertahankan hidupku sendiri dulu, sebab komunitas menuntut kita untuk “menghidupinya”.


Walaupun konteks menghidupinya tidak selalu materi. Waktu, tenaga, pikiran dll.


Sisanya karena sedikit kebosanan, sepertinya aku melakukan hal yang sama lagi, dan lagi, setiap tahunnya.


Ikut rapat, jadi panitia, mengisi materi, menjadi moderator.


Beberapa bulan terakhir aku investasi waktu buat belajar bikin video pendek, juga ngajak ngopi teman untuk dibuat konten.


Beberapa bulan terakhir, aku juga kerap tidur jelang subuh karena harus ngelola sendiri beberapa media mulai dari analisis iklan, algoritma, dlsb.


Undangan jadi narasumber masih kuterima, namun hanya segmen SMA ke atas.


Permintaan jadi moderator (bukan MC) hampir selalu diprioritaskan karena itu termasuk passionku. 


Bertanya ke orang, wawancara, memandu diskusi, adalah sesuatu yang kukhidmati sejak dulu, terlebih bila membahas topik yang agak berat.


Karena itulah aku suka bikin konten, ngobrol sama orang atau bertanya sama orang.


Sahabat Buku Blitar adalah pengikatku, agar tak jauh-jauh dari dunia literasi, sekaligus bisa aku kelola kapan saja, semau maunya.


Tabik,

Ahmad Fahrizal A.