Panas Dingin Panlih

Ilustrasi putusan sidang. Dok/PA Kediri

Jelang pengumuman calon tetap PDM Kabupaten Blitar 2022-2027, suasana di Panlih cukup dialektis.

Ada pendapat agar Panlih mengambil sikap dengan meloloskan nama-nama yang memenuhi syarat, yang sesuai AD/ART.

Ada pendapat agar semua nama diloloskan tanpa terkecuali, dan kemudian diserahkan ke PDM, karena berdasar aturan Tatib, calon tetap ditentukan oleh Panlih bersama PDM.

Panlih memberi catatan cukup kritis untuk calon yang rangkap jabatan AUM dan Partai Politik, dan menggaris bawahi nama calon yang belum punya NBM.

***

Panlih dalam agenda musyawarah di Muhammadiyah memang bukan an sich sebagai penentu lolos tidaknya calon tetap.

Ada lapisan struktural yang harus dilalui, baik bersifat konsultatif atau pengambil kebijakan bersama, misalnya PDM, PWM hingga PP.

Dalam AD/ART Muhammadiyah Bab II yang membahas CALON, dijelaskan syarat-syarat yang bisa dicalonkan menjadi pimpinan.

3 point utamanya: tidak rangkap jabatan sebagai pimpinan parpol, AUM atau organisasi yang punya lembaga setara AUM, dan menunjukkan kartu anggota.

Namun ketiganya bisa dianulir oleh keputusan Pimpinan Pusat. Artinya, semua calon dengan 3 kriteria di atas tetap bisa dicalonkan selama "diperbolehkan" oleh Pimpinan Pusat melalui surat keputusan.

Itu berarti, mau ngotot seperti apapun Panlih untuk "tidak meloloskan" calon dengan 3 kriteria di atas, akan percuma jika PP membolehkan.

Mekanisme Seleksi Alami


Karena Panlih bukan penentu tunggal dalam memutuskan calon tetap, maka tak ubahnya sebagai "unsur pembantu" PDM sebagai verifikator dan panitia yang mempersiapkan proses pemilihan sejak usulan hingga terpilihnya pimpinan.

Namun calon yang ada sebenarnya bukan pilihan Panlih, melainkan pilihan dari PCM, Ortom dan PDM.

PCM, Ortom dan PDM adalah bagian dari anggota Musyda yang juga ikut bermusyawarah membuat tatib pemilihan, termasuk di antaranya membahas syarat-syarat calon pimpinan.

Tahap pengusulan tersebut adalah seleksi pertama, tentu dengan asumsi ketika PCM, Ortom dan PDM mengusulkan nama-nama calon, sudah membaca syarat-syarat calon yang telah dibahas ketika musypimda.

Kalau misalnya, ada yang mengusulkan calon yang jelas aktif sebagai pengurus partai politik, tentu pengusul itulah yang perlu dipertanyakan, kenapa mengusulkan nama tersebut?

Seleksi kedua adalah, soal form kesediaan dicalonkan, toh dari 49 nama yang diusulkan tidak semuanya bersedia dengan beragam alasan.

Termasuk mungkin merasa dirinya tidak memenuhi syarat, misalnya ia adalah pengurus/pimpinan partai politik.

Kalau jelas beliau terbentur syarat namun masih menyatakan kesediaannya, dan tidak mengajukan surat ke PP, tentu kredibilitas calon inilah yang patut dipertanyakan.

Panlih dan PDM (mungkin) akan tetap meloloskannya dengan pertimbangan kesediaannya tersebut, mengingat kerja di Muhammadiyah itu adalah kerja relawan, sukarela.

Seleksi alami ketiga adalah pada saat pemilihan, apakah anggota Musyda yang terdiri dari PDM, PCM, PRM dan Ortom akan tetap memilih calon yang beresiko terbentur AD/ART?

Itu semua kembali ke anggota Musyda yang memiliki hak suara.

Artinya, dalam proses Musyda hingga terpilih 9 formatur, adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya Panlih.

Panlih hanya mengolah data yang masuk dari pemilik suara Musyda.

Sistem organisasi itu sendirilah yang menjadi "mesin penghasil" pimpinan, Panlih hanya bagian kecil dari sistem organisasi, di dalamnya ada PDM, PCM, PRM dan Ortom.

Jika sistemnya baik, pasti hasilnya juga akan baik. []

Tabik,

Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger dan Aktivis Literasi

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak