Ber-IMM Sebaiknya dari Komisariat

Ngopi dengan kader IMM Blitar di Angkringan Ningsih, Kota Blitar.


Jika suatu daerah, Kota/Kabupaten, akan didirikan IMM, sebaiknya dimulai dari tingkat komisariat.

Pertama, komisariat itu struktur paling bawah dan tempat "lahirnya" kader-kader baru. Tangga awal untuk menapaki diri sebagai kader IMM.

Komisariat adalah "rumah pertama", ketika sudah menjadi domisioner, komisariat lah yang menjadi "kampung halamannya".

Struktur tingkat Cabang, Daerah hingga Pusat sekadar "rumah singgah" hirarkis-struktur karena kader tersebut berkesempatan melanjutkan ke jenjang berikutnya.

Namun ikatan dalam komisariat tetap lebih kuat, bahkan semacam "keluarga ideologis" yang tak lekang oleh waktu dan periodesasi.

Kedua, pengetahuan dasar tentang IMM, internalisasi ideologi, kaderisasi awal semua berada di komisariat.

Bisa dibilang fase pematangan kader IMM adalah di komisariat, pembelajaran awal mengenal IMM, mengelola organisasi dan menjalankan program dari lingkup yang paling kecil yaitu lingkup kampus atau fakultas.

Ketiga, agar struktur-hirarkis organisasi IMM di daerah tersebut lebih matang dan tertata.

Misal, tahun pertama berdiri satu atau dua komisariat. Tahun berikutnya komisariat berganti kepengurusan. Domisioner komisariat sebelumnya lah yang diproyeksi menjadi Pimpinan Cabang.

Artinya, ketika cabang terbentuk, ibarat pohon sudah memiliki akarnya, yaitu komisariat.

DAD IMM Komisariat Pelopor, UIN Malang.


Jika tidak ada komisariat, kemungkinannya ada dua: 

1. Organisasi, dalam hal ini pimpinan cabang, akan mudah ambruk dan rawan vakum, karena akarnya belum kuat.

Jangankan cabang baru, cabang yang sudah lama terbentuk dan punya banyak komisariat pun rawan vakum. Bedanya, meski cabangnya vakum atau minimal stagnan, proses kaderisasi tetap berjalan di komisariat.

2. Hanya akan melahirkan "kader singgah" yang tak punya kebanggaan pada IMM. Sekadar duduk di struktur pimpinan cabang dan setelah tak lagi mejabat ya tak peduli lagi.

Itu wajar, karena mereka tak mendapatkan "rumah pertamanya" dan hanya di "rumah singgah", jadi ya sekadar singgah.

Padahal dalam "rumah singgah" itu isinya macam-macam, dan umumnya orang tak mau merawat rumah singgah, mereka hanya mau merawat rumahnya sendiri.

Menumbuhkan rasa memiliki, rasa bangga terhadap IMM lebih mudah di komisariat. Domain perkaderannya lebih jelas, kadang geraknya lebih tulus dan alami.

Kalau sudah di tingkat cabang dan seterusnya, domainnya sudah berbeda, kadang lebih politis-pragmatis. Itu tak keliru, karena domainnya memang berbeda.

Cabang tak mengurusi parkaderan, dan struktur pimpinan cabang biasanya adalah kader pilihan atau kader yang didelegasikan oleh komisariat.

Pimpinan cabang, daerah sampai pusat paling hanya menggelar event perkaderan, bukan perkaderan secara luas. Itupun jika pimpinannya punya perhatian khusus pada perkaderan.

Permasalahan politik organisasi
Suasana rumah komisariat, tempat bertemunya para kader secara intensif.


Ketika ide "komisariat dulu" muncul, maka akan timbul pertanyaan:

  • Cabangnya ikut mana?
  • Bagaimana relasi dengan PDM dan Ortom lain di daerah tersebut?
  • Bagaimana relasi dengan ORMEK atau Organisasi lain yang tingkatnya sudah kota/kab?

Jika mengambil cara pandang politis, ya lebih mudah langsung mendirikan Pimpinan Cabang agar proses komunikasi organisasi lebih mudah.

PDM dan DPD IMM biasanya lebih sering mengambil opsi ini, terlebih jika berdirinya IMM adalah keinginan mereka, bukan karena tumbuh dari mahasiswa Muhammadiyah yang sedang kuliah di kampus tersebut.

Opsi itu bisa dipahami sebagai tuntutan formal organisasi, pokoknya ada dulu.

Kata "pokoknya" ini agak riskan karena selama ini Muhammadiyah dikenal baik dan disiplin dalam pengelolaan organisasi. Namun ternyata hanya untuk AUM, untuk urusan Perkaderan kerap kali tak terpola dengan baik.

Jika berdirinya IMM karena keinginan dari bawah, dari mahasiswa di kampus tersebut, maka lebih baik didirikan komisariat dulu. Cabangnya ikut terdekat.

Praktisnya, urusan dengan Pimpinan Cabang itu lebih sebatas administrasi, atau misal komisariat menggelar DAD dan tak punya instruktur, bisa meminta bantuan Korps. Instruktur dari cabang.

Jalan tengah
LID PC IMM Malang, 2011

Mau berdiri cabang terlebih dahulu sebenarnya tak masalah, selama pimpinannya punya "niat baik" untuk kaderisasi, bukan yang lain.

Setelah cabang berdiri, kader didistribusikan untuk mengisi pos komisariat dan lebih difokuskan pada kampus tersebut. 

Karena, untuk menjadi kader IMM itu harus berstatus mahasiswa, mahasiswa adanya di Perguruan Tinggi, bukan di tempat lain.

Cabang harus segera membentuk komisariat dan menjadikan komisariat sebagai wadah untuk menarik kader-kader baru agar ada regenerasi berkesinambungan.

Karena, duduk di pimpinan cabang itu menggiurkan. Kadang pimpinan cabang "enjoy in internal" dan lupa kalau cabang baru harus segera punya desain kaderisasi dan regenerasi organisasi.

Tak jarang yang memanfaatkan status pimpinan cabang sebagai positioning untuk kepentingan pragmatis. Hal seperti ini sering terjadi.

Pimpinan cabang itu menggiurkan karena relasinya lebih luas, misal jika Bupati atau Walikota menggelar agenda kepemudaan, yang diundang pasti pimpinan cabang atau setingkat itu.

Maka betapa besar potensi jaringan pimpinan cabang, dibandingkan komisariat. Belum lagi potensi jaringan tingkat Daerah dan Pusat.

Salah satu manfaat berorganisasi itu ya adalah mendapat jaringan untuk kepentingan banyak hal.

Namun jangan hanya memanfaatkan organisasinya, ya harus sembada untuk mengurus organisasi, salah satunya soal perkaderan. Jangan hanya "ditunggangi", tapi ya juga dirawat.

###

Komisariat perlu dihidupkan agar kaderisasi terus berjalan. Selain itu, pimpinan cabang, daerah hingga pusat nantinya memang orang yang memahami dinamika IMM dari bawah.

Apalagi jika kader IMM menyadari betapa istimewa posisi mereka di Muhammadiyah, karena menjadi Ortom yang anggotanya adalah mahasiswa.

Ekspektasi dari Ayahanda dan Ibunda Pimpinan Muhammadiyah terhadap IMM pasti tinggi, karena dianggap kader-kader cerdas yang punya gelar akademik.

Dianggap lebih kompeten dan profesional dalam banyak hal. []

Blitar, 18 Mei 2022
Ahmad Fahrizal A.

Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger dan Aktivis Literasi

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir di blog ini ya.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak