Rental Kaset, Warnet dan Netflix



Suasana rumah menjadi berbeda ketika bapak membeli VCD player sekitar akhir tahun 1999.


Layar televisi tabung 21 inch itu kini tak hanya menampilkan tayangan televisi, namun juga film dan lebih sering video klip lagu-lagu dangdut.


Itu juga menjadi babak baru bagiku mengenal rental VCD, secara rutin menonton film-film Hollywood, Bollywood, dan laga-laga Hongkong dengan meminjam KTP bapak.


Beberapa rental VCD masih cukup eksis saat itu, ada dua tempat langganan kami, salah satunya rumah kontrakan yang ruang tamunya disulap menjadi rak-rak kaset.


Pasutri pemilik rental "rumahan" itu adalah penggila film, kolektor, dan karena jumlah koleksinya cukup banyak, akhirnya membuka rental.


Karena sudah langganan, kami tak perlu lagi meninggalkan kartu identitas sebagai jaminan. Aku bebas meminjam kaset film meski dengan keterangan 17+. Jawab saja: pesanan bapak.


Sayangnya, rental kaset itu kemudian berubah menjadi salon kecantikan. Sepertinya masa kontraknya sudah habis. Sebelum kukut, mereka tak lagi melayani rental dan hanya melayani pengembalian.





***

Masuk jenjang Tsanawiyah, aku bisa menyewa sendiri dengan kartu pelajar. Beberapa rental menjadi sasaran, membandingkan kelengkapan koleksi dan tawaran khusus seperti diskon atau promo pinjam dua gratis satu.


Di sisi lain, warung internet mulai tumbuh, beberapa warnet bahkan menyiapkan folder khusus film dan musik untuk memanjakan customer.


Bagi yang punya PC/laptop di rumahnya, cukup menyalin dari flashdisk, dan bisa menikmatinya tanpa perlu terlibat lagi dengan VCD player.


Namun flashdisk di tahun 2006-an masih menjadi benda langka. Aku masih bersetia dengan VCD dan mulai punya skill burn up Nero, salah satu software yang bisa menyalin sekaligus menyesuaikan format musik dan video dari file komputer ke VCD, dan bisa diputar via VCD player.


Kira-kira hingga akhir Aliyah, aku masih berteman dengan kepingan CD, berburu rental dan mengakrabi VCD player.


Perubahan Zaman



Internet telah menyumbang perubahan gaya hidup, memasuki tahun 2010, warnet menjadi tempat favorit tidak saja untuk menyelesaikan tugas kuliah/sekolah, namun untuk main game, nonton film, dlsb.


Beberapa situs ilegal menyediakan film keluaran terbaru, begitupun dengan folder-folder di komputer warnet. VCD player menjadi benda usang yang ketinggalan zaman.


Sejak punya laptop, aktivitas menonton film pun berubah. Warnet-warnet yang menyediakan folder film menjadi sasaran utama, YouTube juga menayangkan web series.


Jika teman punya film bagus, cukup menyodorkan flashdisk dan film akan tersalin begitu mudahnya. Zaman telah berubah dan hidup manusia semakin praktis.


Rental kaset satu per satu kukut, begitupun industri kaset keping. Laptop dan ponsel pintar telah menjadi perangkat baru yang diakrabi sebagian besar orang.


Lalu, tumbuh aplikasi-aplikasi film, salah satunya Netflix. Awalnya Netflix adalah penjual dan sekaligus rental DVD. Ribuan film tersaji pada aplikasi Netflix cukup dengan membayar biaya langganan bulanan.


Jika sedang ingin menonton film, kini cukup menghidupkan data internet dan membuka aplikasinya di ponsel pintar. Memilih film genre apa yang disuka.


Begitu mudah dan praktisnya menonton film sekarang, termasuk di dalamnya serial-serial dari berbagai negara. Sekali tayang untuk durasi 1 jam ukuran filenya kurang lebih 500mb (kualitas 720p).


Beberapa film dan series juga tayang di aplikasi video lainnya. Biaya langganan bulanan dan internet untuk sebulan cukup murah, seharga 3 tiket bioskop weekend.


Andai bapak tahu betapa mudahnya menonton film sekarang. Termasuk film-film kolosal kesukaannya. Sayang ia tak sempat merasakannya. []


Jumat, 19 Januari 2024

Ahmad Fahrizal Aziz


Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger dan Aktivis Literasi

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir di blog ini ya.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak