Penulis Didikan Chatgpt


Penulis Didikan Chatgpt



Chatgpt, atau aplikasi sejenis, kian hari kian canggih. Cobalah, dan kita akan terkejut.


Hanya dengan memasukkan beberapa kalimat dalam perintah: buatkan berita, buatkan ulasan, buatkan esai, dst.


Secara otomatis, dan cepat, akan tersaji paragraf demi paragraf menjadi sebuah karya utuh.


Termasuk bagi yang kesulitan membuat caption, chatgpt bisa menjadi alternatif, bahkan bisa dalam beberapa bahasa.


Gila, canggih banget. Lalu, bagaimana nasib penulis?



Selama ini penulis dikagumi karena keahlian mereka dalam berbahasa, menyusun kalimat demi kalimat hingga merapikan paragraf.


Jika bukan penulis, tidak mudah melakukan itu, penulis adalah mereka yang bisa "menaklukkan" kalimat pertama dan bisa terus berlari hingga kalimat terakhir.


Sementara yang bukan penulis, akan menghabiskan waktu berjam-jam sekadar menyusun 3-5 paragraf, dan akhirnya menyerah.


"Kayaknya gue gak bakat nulis deh," gumamnya.


Namun sekarang, siapapun bisa menyusun sebuah tulisan, lewat canggihnya teknologi, ini realitas.


Kedepan akan sangat jarang kita dengar: buatkan caption soal ini dong, atau buatkan kata-kata ucapan itu dong, atau buatkan puisi buat calon mertua dong.


Semua akan beralih ke chatgpt. Bahkan bisa memilih mau menulis dalam bahasa apa.


Meskipun ada yang menyatakan tetap ada bedanya. Soal kepuasan bathin, juga perbedaan gaya diksi masing-masing penulis, tidak bisa ditiru oleh teknologi.


Mungkin ada benarnya, jika tulisan itu secanggih "catatan pinggir" Goenawan Mohamad, atau sebernas esai-esai Radar Pancadahana, dan seimpresif tulisan Hamid Basyaib.


Robot tak akan mampu mengkompilasi perasaan, mereka hanya menyusun dari sumber yang tersaji di rimba raya google.


Akan tetapi, seberapa banyak sih penulis yang punya ciri khas? Bisa dihitung jari, tidak semua. Sebagian besar mampu diserap oleh chatgpt.


Kalau tidak percaya, coba suruh chatgpt: buatkan esai sastrawi tentang ...


Anda akan terkejut, shock, dan tak mengira, mesin telah menjelma juru ketik, sekaligus mengartikulasikan perasaan yang kita titipkan.


Kira-kira apakah chatgpt juga bisa menirukan gaya menulis saya? Seberapa berkarakter kah tulisan-tulisan di Jurnal Rasa ini?


Tabik,

# jurnal873


Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger, Aktivis Literasi, suka jalan-jalan dan nongkrong

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak