Ketika kalkulator diciptakan, proses menghitung menjadi lebih cepat. Tinggal pencet dan hasilnya akan muncul, lebih cepat dari kerja otak.
Guru matematika akan mewanti-wanti: jauhi kalkulator, berhitunglah secara manual agar otak terlatih.
Kalkulator membuat otak tidak terasah dan berkembang. Setidaknya itulah yang pernah saya dengar.
Hal yang sama sebenarnya terjadi ketika muncul internat dan mesin pencari google.
Sebelumnya, orang akan membuka majalah, tabloid, atau buku jika ingin mencari suatu informasi.
Itu membutuhkan proses, ketelatenan dan kesabaran, juga waktu yang lebih lama.
Sekarang ... googling aja. Jika ingin tahu sesuatu, googling aja. Begitulah kira-kira.
Google adalah teknologi revolusioner yang mengubah cara manusia mengakses informasi.
Algoritma Google dirancang untuk menyajikan informasi yang paling relevan berdasarkan kata kunci yang dimasukkan pengguna.
Sistem ini menyortir, mengevaluasi, dan menampilkan hasil pencarian berdasarkan relevansi, otoritas sumber, serta pengalaman pengguna sebelumnya.
Meskipun sebagian besar informasi yang tersaji di rimba raya google awalnya juga dari buku yang ditulis ulang atau dikonversi ke format digital.
Sumber induknya tetap buku, majalah dan sejenisnya, hingga platform digital menemukan ekosistemnya tersendiri dan bahan-bahan cetak semakin ditinggalkan.
Orang mungkin tidak lagi membuka buku untuk mencari tahu informasi tentang resep makanan, cara beternak ikan hingga tips pengelolaan keuangan.
Lebih mudah googling dan buka YouTube, lebih cepat dan efisien waktu.
Sekarang, mahluk bumi tengah dihadapkan pada Artificial Intelligence (AI); chatGPT, Gemini, Meta AI dan lain sebagainya.
Berbeda dengan Google, yang memberikan daftar halaman web berdasarkan relevansi, AI menyusun jawaban secara langsung dalam satu halaman.
Pengguna tidak perlu lagi melompat dari situs A ke situs B; semua informasi sudah disajikan dalam format yang ringkas dan terfokus
Awal-awal, AI banyak ngawurnya, seiring berjalannya waktu, akurasinya mulai meningkat, apalagi yang pro/berbayar.
AI seperti asisten yang mengumpulkan data untuk kita, sesekali dia juga bisa berperan sebagai penerjemah hingga editor ejaan.
AI bahkan bisa kita minta membuatkan puisi, esai atau cerpen, meski jangan berharap hasilnya akan bagus, apalagi punya ciri khas khusus.
AI adalah teknologi untuk mengolah informasi, bukan untuk menggantikan kedalaman ekspresi dan kompleksitan jiwa manusia.
Generasi AI mungkin akan mudah menyajikan bejibun informasi, meski belum tentu bisa menjelaskannya. []
Tabik,