Buya dan Sang Istri, Kisah Cinta Pi'i dan Lip yang Melegenda

Buya dan Bu Nur Chalifah usai dijenguk Presiden Jokowi

Selepas magrib, hujan turun begitu deras di sekitar perumahan Nogotirto, Sleman. Para jamaah tertahan di serambi Masjid, termasuk Bu Nur Chalifah.


Seorang kakek memberanikan diri berjalan menembus hujan, dan tak lama kemudian kembali membawa payung.


Payung tersebut diberikan ke Bu Nur Chalifah, kakek itu adalah suaminya, Pak Syafii.


Heru Dwiantoro, salah satu warga perumahan Nogotirto melihat langsung peristiwa tersebut yang kemudian ditulis oleh HarianJogja.com.


###


Membaca Titik-titik Kisar di Perjalananku, Autobiografi Ahmad Syafii Maarif (Mizan Publika, 2009), perhatian saya justru tertuju pada sosok Bu Nur Chalifah.


Buya Syafii Maarif, yang masa kecilnya akrab disapa Pi'i itu punya panggilan khusus untuk Bu Nur Chalifah, sejak awal berkenalan ia kerap menyebutnya "si kecil" karena postur tubuh perempuan yang kelak menjadi istrinya itu memang mungil.


Panggilan populer lainnya adalah Lip.


Lip adalah anak saudagar terpandang yang jatuh cinta dengan Pi'i, begitupun sebaliknya, Pi'i jatuh hati pada si kecil kembang desa itu. Usia mereka terpaut 9 tahun.


Pi'i adalah perantau dari ranah minang yang hidup penuh perjuangan di Yogyakarta, demi menyambung hidup Pi'i pernah berjualan kambing, buruh angkat, dan menjadi penjaga toko kain "anti mahal".


Bahkan sepulang dari pengabdiannya di Baturetno dan Lombok Timur, untuk sekadar membeli cincin kawin pun Pi'i tak mampu.


Lip adalah gadis desa yang dipuja banyak pria, sehingga ketika tau ia dekat dengan Pi'i, banyak hoax menyerang Pi'i antara lain bahwa Pi'i sudah menikah dan punya anak saat di Lombok Timur.


Meski begitu, keduanya tetap menguatkan tali kasih hingga menikah pada 5 Februari 1965, saat itu usia Pi'i 30 tahun dan Lip 21 tahun.


###




Setelah menikah, rumah tangga mereka diterpa beragam ujian, selain kesulitan ekonomi, juga meninggalnya anak pertama di usia yang belum genap setahun.


Kehidupan rumah tangganya penuh dengan ujian, meninggalnya anak pertama memberi trauma tersendiri bagi Pi'i dan Lip ketika anak kedua hendak lahir.


Anak keduanya lahir dan berhasil melampaui usia anak pertama, bahkan tumbuh melawati usia 3 tahun.


Namun duka kembali menyelimuti keluarga kecil mereka ketika anak keduanya pun "dipundut" jelang usia 5 tahun.


Itu menjadi kegoncangan hidup yang luar biasa bagi Pi'i dan Lip, bahkan Pi'i sempat gagal menyelesaikan S2 pertamanya di Amerika Serikat karena tak tega meninggalkan Lip di tanah air, trauma karena kepergian dua anak sebelumnya.


Buya Syafii sendiri menyebut kehidupannya selepas menikah seperti berjalan dari tragedi ke tragedi.


###


Buya Syafii Maarif akhirnya berhasil menyelesaikan studi S2 (keduanya) di Ohio State University dan S3 di Chicago University, sang Istri pun ikut tinggal di Amerika.


Kehidupan di Amerika dari uang beasiswa juga tak cukup, Lip harus ikut bekerja.


Suatu ketika, Buya kaget karena istrinya punya uang banyak, bahkan lebih banyak dari saku beasiswa untuk kehidupan mereka sehari hari.


Ternyata Lip bekerja menjadi pangasuh anak di sebuah keluarga kaya di Amerika. Buya menuliskan pada bukunya bahwa Lip telah menjadi "orang kaya baru" karena pekerjaan tersebut.


Lip setia mendampingi Buya hingga keduanya kembali ke tanah air selepas menyelesaikan S3.


###

Bu Nur Cholifah dan Bu Khofifah, saat Gubernur Jatim itu bertakziyah. Dok/Kominfo Jatim

Buya Syafii Maarif adalah seorang yang egaliter, termasuk dalam menjalin relasi dengan istrinya.


Buya misalnya, masih mencuci baju sendiri, meskipun kadang hanya bisa dia lakukan pada akhir pekan karena kesibukan.


Tak ada asisten rumah tangga di rumahnya, karena hanya 3 orang bersama satu anaknya, Muhammad Hafiz. Anak ketiga dan satu-satunya.


Buya, terutama di masa tuanya yang sedikit lebih longgar dari kesibukan, kerap memotong rumput, menyapu halaman, menyiram tanaman dan bersepeda di sekitar rumahnya.


Banyak yang kagum dengan kesederhanaannya, namun Buya justru santai saja menjawab: saya sudah sejak lama bersepeda, ini hal biasa saja.


Kebahagiaan Buya pun juga sederhana, yaitu makan Nasi Kapau atau Tengkleng (Sup Tulang Kambing), dan Buya kerap kali mentraktrir orang-orang terdekatnya.


Meski sudah berumah tangga lebih dari setengah abad, namun Buya tak pernah punya tips khusus membina rumah tangga harmonis.


Ia mengingat bahwa konflik dalam rumah tangganya juga kerap terjadi, terutama di awal-awal pernikahan atau ketika harus membawa Lip tinggal di Amerika Serikat.


Buya hanya berpesan jalani saja apa adanya, asalkan jangan sampai memukul atau menyerang fisik.


###


Lip/Nur Chalifah, menemani dan mendukung Buya Syafii sejak sosok yang akrab disapa Pi'i itu baru lulus doktorandus.


Bahkan Lip "berpenghasilan" lebih besar dari Pi'i, terutama saat masih tinggal di Amerika Serikat.


Lip juga tak mau mendapatkan keistimewaan khusus karena suaminya menjadi tokoh Muhammadiyah, termasuk saat operasi di RS PKU Muhammadiyah, Gamping, yang menghabiskan biaya 90 juta.


Karena Lip adalah istri Buya, maka pihak RS tak berkenan menarik biaya, namun Lip tak mau dan jutru membayar lebih.


Sosok Nur Chalifah memang seakan tenggelam dalam kebesaran nama Buya Syafii Maarif sebagai tokoh bangsa dan tokoh Muhammadiyah.


Padahal ia adalah separuh jiwa dalam perjalanan hidup Buya, di tengah tragedi tragedi hidup yang menerpa. []


Blitar, 30 Mei 2022

Ahmad Fahrizal A.


Bahan tulisan tambahan:


https://m.liputan6.com/news/read/3286953/kisah-buya-syafii-maarif-menikahi-bunga-desa-tanpa-modal


Catatan-catatan Erik Tauvani dan dr. Alim.


Takziyah Virtual 1,2,3 mengenang Buya Syafii Maarif yang diselenggarakan PP Muhammadiyah.



Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger dan Aktivis Literasi

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir di blog ini ya.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak