Rumah Tanpa AC, Lebih Hemat dan Sehat


KOTA sedang berupaya menjadi desa dan itu perlu ongkos mahal.


Itulah kutipan menarik dari Pak Eko Prawoto, seorang arsitek yang punya perhatian pada peradaban desa.


Ia mengurai beragam permasalahan di perkotaan yang relatif tidak terjadi di desa, namun sayangnya cara berpikir perkotaan tengah menjangkiti masyarakat desa, terutama anak-anak mudanya.


***


Kota sedang berupaya menghijaukan diri dengan membangun Ruang Terbuka Hijau (RTH), dan itu perlu ongkos mahal.


Sementara, lahan-lahan terus digerus oleh pembangunan, dan gedung-gedung modern di perkotaan terbiasa merekayasa suhu dengan Air Conditioner (AC).


Bangunan tertutup rapat dengan jendela yang jarang, atau mungkin tak pernah dibuka.


Dari balik tembok-tembok kaca, tubuh yang terpapar udara panas dari luar kembali dingin dan lembab oleh AC.


Jika AC rusak atau mati karena listrik padam, alangkah tersiksanya, maka diperlukan genset kualitas terbaik untuk memastikan suasana di dalam gedung tetap kondusif.


Pimpinan dan pembuat kebijakan akan mengalokasikan budget khusus untuk pengadaan AC dan Genset.



Rumah tanpa AC


Rumah zaman dulu didesain dengan atap yang agak menjulang, jendela lebar yang setiap pagi dibuka agar udara berganti.


Di luar rumah, pohon-pohon masih rimbun, hawa sejuk terasa menjelang siang, suara-suara alami terdengar silih berganti. 


Tak diperlukan AC dalam suasana seperti itu. Udara secara alami berganti, manusia hidup nyaman dalam ekosistem lingkungan yang masih baik.


Kualitas air di dalam tanah pedesaan juga lebih segar, karena disimpan oleh pohon-pohon besar.


Beberapa pantangan agar tak menebang pohon besar pun masih dipercaya masyarakat sekitar, karena di tempat itulah bersemanyam penunggu agung.


Jika ditebang, bisa terjadi wabah di desa tersebut. Kekeringan, penyakit dan lain sebagainya.


Padahal itu bukan hal mistis, karena saat pohon-pohon besar ditebang, maka kualitas oksigen dan air pun menurun, tak ada lagi yang menyeimbangkan lingkungan.


Oksigen sangat penting untuk tubuh, kekurangan oksigen bisa berdampak fatal, kekebalan tubuh menurun, kesehatan terancam.


Oksigen juga sangat penting bagi kehidupan secara umum, tanpa adanya oksigen, dunia sudah kiamat sejak dulu.


Manusia bisa terus hidup, yang paling utama karena masih bisa menghirup oksigen, dan semakin rimbun suatu daerah, kualitas oksigennya juga semakin baik.


Jadi bayangkan ketika berada di dalam gedung tertutup, meski dengan AC, suhu relatif terjaga, namun sirkulasi udara segarnya berkurang.


Oksigen dan karbondioksida membaur dan di antara itu sangat mungkin ada bakteri atau virus yang dihirup dan dikeluarkan secara intensif.


Pandemi covid menyadarkan umat manusia agar memperbanyak ruang terbuka, mengurangi AC, rutin olahraga dan menghirup udara segar di antara rimbun pepohonan.


Biarkanlah rumah-rumah terbuka lebar jendelanya, yang perlu dipikirkan berikutnya adalah merawat dan menambah pohon di sekitarnya. []


Malang, 18 Oktober 2022

Ahmad Fahrizal Aziz



Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger dan Aktivis Literasi

Posting Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak