Sebuah pesan mendarat ke ponsel, bertanya berapa kah rata-rata pengunjung dari total semua blog yang saya kelola?
Jawabannya tentu fluktuatif, antara tahun 2017-2019, pengunjung hariannya tak kurang dari 20.000, tahun berikutnya relatif menurun atau kurang dari angka tersebut.
Beberapa menit kemudian, pesan balasan muncul: berarti dengan pengunjung 20rb an, estimasi pendapatan sekitar $9000/bulan jika diambil angka 10% saja yang terjaring CPC, CPM, dll.
Besar sekali, ngitungnya pakai apa? Tanya saya.
ChatGPT, jawabnya.
Ya, berkhayal memang menyenangkan, dan angka itu terlalu besar, tidak sesuai realita.
Anda bisa bayangkan, uang $9000/bulan itu setara Rp100jt. Jika benar, maka blogger akan menjadi primadona.
Nyatanya, rekor withdrawal terbesar yang pernah saya lalukan adalah $800/bulan, setelah itu belum pernah lagi.
20.000 pengunjung itu tidak semuanya klik iklan, atau tidak semua iklan muncul di ponselnya.
Selain itu, lalu lintasnya tidak selalu organik, lebih banyak dari sosial media, tidak semua pengunjung melewati kotak pencarian google.
Lagipula, sejak muncul google adwords, artikel SEO tak seampuh dulu untuk membawa artikel blog merangkak naik ke halaman utama.
Akhirnya, para blogger mendongkrak pengunjung dari sosial media, dan hitungannya tentu berbeda.
Meskipun, angka $800 sebenarnya lumayan, jika mengambil perbandingan UMR pekerja media. Terlebih jika itu adalah sampingan, nikmat sekali, bukan?
Bonusnya: lebih merdeka, tidak diomeli redaktur, tulisan tidak diturunan karena benturan dengan kepentingan atasan, kerja dari rumah; sambil rebahan, berkebun, olahraga dll.
Berkhayal memang menyenangkan, membayangkan gaji 2 kali UMR hanya kerja 3-4 jam di depan layar monitor. Sedap sekali.
Nyatanya, bagi blogger pemula, butuh lebih 3 bulan untuk mendapatkan $100 pertamanya.
Itu pun kalau artikel bebas dari hak cipta, melanggar pedoman google lalu mendapat peringatan, yang itu akan memengaruhi kualitas blog untuk penayangan iklan.
Belum lagi jika pendapatan tertahan/hold on, kadang 2 mingguan, sementara dompet menipis, tagihan Wifi sudah datang.
Jika, lebih parah lagi, kena banned, atau kena hack seperti yang saya alami dua tahun lalu. Seluruh isi drive berhasil diakuisisi.
Beberapa artikel lenyap dan foto-foto hanya tinggal keterangan segitiga, artinya foto tidak ditemukan karena backupnya telah musnah.
Maka jangan kepincut segala kemudahan yang ditawarkan para advertiser, semua pekerjaan, semua bentuk kreatifitas punya tantangannya masing-masing.
Termasuk membuat konten video, beberapa teman mengaku belum tentu gajian setahun sekali, sekalipun sudah monetize.
Itulah kenapa, tatkala ada seorang teman hendak resign dari pekerjaannya dan ingin jadi konten kreator penuh waktu, coba dipikirkan.
Merasa bosan pada suatu pekerjaan adalah hal wajar, melakukan rutinitas yang sama terus menerus terasa menjemukan itu wajar.
Namun bisa jadi itu hanya kebosanan situasional, penyegarannya dengan piknik atau melakukan hal baru di hari libur. Bukan resign.
Percayalah, saat ini, konten kreator kian ramai, menyemut, menjangkau $100 bukan hal mudah bagi pemula.
Namun jika niat telah bulat, dan tekad telah dikobarkan, ya tak ada salahnya dimulai. []
Tabik,
Ahmad Fahrizal Aziz