Pentingnya Mengangkat Tokoh Muhammadiyah Lokal Blitar


Pak Sukanto menelepon saya dan menanyakan kiprah Alm. Pak Nasirudin, tokoh Muhammadiyah Wates, tak lama setelah sosok tersebut berpulang.

Saya tak punya jawaban sebab "tak sempat" menemui beliau, meskipun sepanjang bulan Maret 2022 saya dan Pak Bukhari Muslim berkeliling Kabupaten Blitar dalam rangka mencari informasi sejarah.

Tetapi rasanya tak mungkin cukup. Muhammadiyah di Kabupaten Blitar sangat luas. Perjalanan dari Ampelgading ke Kaliboto, dari Banyu Urip ke Tunggorono, mungkin hanya dapat remahan dan potongan informasinya saja.

Kronologi peristiwanya pun sangat panjang, sejak tahun 1920-an.

Sementara saya termasuk "orang baru" yang muncul di tahun 2016.

Tak lama ini saya agak nekat menulis sekilas sosok H. Abdul Manan, salah satu tokoh perintis Muhammadiyah Doko. Sebuah email masuk dari cucunya, Lauren, bahwa ada sumber informasi primer yang bisa diwawancarai, yaitu Mbah Abdul Manap (adik dari Abdul Manan).

Namun, entah kapan itu akan terwujud.

***

Menulis sejarah memang bukan perkara mudah, namun bisa dimulai dari tokoh sebagai saksi atau pelaku sejarah.

Terutama tokoh-tokoh lokal. Sudah banyak tulisan yang membahas elite Muhammadiyah di tingkat nasional, namun sangat minim mengangkat tokoh lokal.

Padahal tak kalah penting, tokoh lokal punya kiprah dan basis akar rumput. Mereka yang berjibaku langsung di masyarakat hingga tingkat desa/ranting, mengelola Masjid/Mushola, dlsb.

Tokoh-tokoh tua tersebut memiliki banyak informasi yang (mungkin) sudah diceritakan, namun belum terdokumentasi dengan baik, entah lewat tulisan atau audio-visual.

Informasi tersebut bisa menjadi sangat penting, tak hanya menjadi teladan dan pelajaran, namun kadang juga menyibak persoalan rumit yang saat ini terjadi.

Misalnya terkait aset organisasi dengan dua kepemilikan, perlu "sentuhan sejarah" untuk menjelaskan itu, dan tokoh-tokoh tua punya banyak cerita.

Namun keinginan besar itu sangat sulit jika dipasrahkan pada tim kepenulisan daerah, perlu keterlibatan AMM lokal untuk menggalinya.

Sebab itu satu cabang saja, perlu fokus tersendiri, apalagi cabang-cabang besar dan lama seperti Nglegok, Wlingi dan Srengat.

Tak harus dalam bentuk tulisan, namun bisa dalam bentuk lain, misalnya Podcast sederhana dengan sosok tersebut.

Namun sebelum itu dilakukan, perlu pematangan konsep agar banyak informasi yang bisa didapat, termasuk sekilas latar pengetahuan tentang sejarah Muhammadiyah di cabang dan ranting tersebut.

Kalau bisa ditulis dalam sebuah esai atau artikel sejarah, lebih mantab lagi. Sebab karya tulis bisa lebih sistematis menyajikan informasi.

Selain itu dokumentasi juga sangat penting, foto figur, aset organisasi, tempat bersejarah dan lainnya.

Ini sangat perlu dan mendesak, selain keperluan data sejarah, juga untuk "menyambungkan" peritiwa dulu dan sekarang.

Muhammadiyah sebenarnya tidak kekurangan SDM untuk project ini, terutama kader-kader yang saat ini duduk di bangku kuliah, yang sangat dekat dengan tradisi ilmiah berupa penelitian dan kepenulisan.

Kerja-kerja dokumentasi dan pengarsipan seharusnya bukan hal sulit bagi kader-kader Organisasi Islam Berkemjuan ini. []

Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger dan Aktivis Literasi

2 Komentar

Tinggalkan komentar di sini, terima kasih sudah mampir di blog ini ya.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak